Kenikmatan Yang Terganggu



Suatu hari, saat aku sedang online YM, ada seorang laki-laki yang mengajak ku berkenalan. Hari berganti hari, kami akhirnya menjadi teman dekat, saking dekatnya kami sudah seperti pacar saja. Karna kami sudah kenal lumayan lama, akhirnya kamipun merencakan kopdae hanya berdua saja. Laki-laki itu, sebut saja Tomi, mengajakku refreshing berendam di kolam pemandian air hangat disalah satu hotel yang berada di Garut. Ya, aku setujui saja. Toh aku juga memang butuh bersenang-senang.

Dihari sabtu yang cerah, aku akhirnya bertemu Tomi. Fisiknya memang mirip seperti diftonya. Tinggi sekitar 160cm, bb mungkin 45-50kg, kulitnya putih bersih, dan berwajah tampan.
Tomi ternyata laki-laki yang memang menyenangkan, dia banyak bercerita padaku kalau dia mempunya banyak pacar yang menjadi TKW, dia bilang sih itu dia lakukan sengaja, biar bisa bebas selingkuh dengan siapapun di real karna gakan ketauan oleh pacar-pacarnya yang menjadi TKW, dan bonusnya, Tomi bilang, dia selalu diberi duit oleh pacar-pacarnya itu. Aku sih cuex aja dengan prilaku dia yang seperti itu, ku fikir itu adalah gaya hidup dia.
Akhirnya kami berdua berangkatlah menuju Garut, tepatnya mencari hotel yang menyediakan kolam pemandian sendiri dan juga kamar yang mempunyai bathtub nya.
Didalam mobil, Tomi cerita banyk hal. Hmmm, dia memang laki-laki yang cerewet, tapi sangat menyenangkan. Aku yang termasuk pendiam, hanya lebih suka mendengarkannya.
Kurang lebih, 1 Jam dari tempat kami berangkat akhirnya kami menemukan penginapan yang sesuai harapan kami, ada kolam renangnya juga ada taman-tamannya. Kami menuju reseptionis untuk menyewa kamar, petugas nya mengantar kami menuju kamar yang akan kami tempati. Ternyata kamarnya berada dilantai 2, kamar kamipun mempunyai balkon yang pemandangannya langsung mengarah pada kolam renang dan taman dibawah.

Menyenangkan juga, fikirku.
Aku dan Tomi masuk ke dalam kamar. Kulihat sekeliling kamar. Setelah masuk kamar, aku langsung dihadapkan oleh pintu kamar mandi yang saling berhadapan dengan pintu masuk kamar. Mungkin jarak nya ada sekitar 4-6meteran. Lumayan luas kalau menurutku. Disebelah kiri pintu kamar mandi terdapat kaca yang lumayan panjang terpajang didinding yang menghadap langsung pada sebuah tempat tidur besar. Pintu kamar mandi itu ada dipojok sbelah kiri, dan kaca itu menempel pada dinding sebelah kirinya. Tetapi, bila aku masuk kedalam kamar mandi, lalu kita melihat ke arah kaca yang memang brada disebelah pintu kamar mandi, maka kaca itu akan brada di sebelah kanan pintu kamar mandi, hampir berhadapan dengan pintu kamar mandi. Jika aku dari dalam kamar mandi melihat pada kaca itu, maka aku bisa melihat tempat tidur dari kaca itu.
Didalam kamar mandi, dipojok kiri, ada toilet duduk, dan dipojok sebelah kanan, ada bathtub yang lumayan besar. Bathtub ini bersebelahan dengan tempat tidur, hanya saja dipisah oleh sebuah dinding.
Aku keluar dari kamar mandi, dan melihat Tomi yang sedang menonton televisi yang terletak disebelah tempat tidur.
Aku ikut duduk disebelahnya. Tomi melirik.

"Suka kamarnya?" Tanya nya.
"Suka." Jawabku. "Apa kita menginap?" Lanjutku balik bertanya.
"Ya, kalau kamu mau, kita bisa menginap." Jawabnya sambil tersenyum.
"Oke." Kataku singkat.

Entah dari mana mulainya, aku dan Tomi sudah saling berciuman, Tomi ternyata type pencium yang lembut, sedangkan aku agak kasar, tapi aku ikuti permainan dia yang lembut. Lidah kami saling bergulat didalam mulut kami. Kami bertukar air liur. Tomi melanjutkan ciumannya pada leherku, ooghhhh salah 1 kelemahanku itu memang terdapat dileherku. Aku mendesah, geli bercampur nikmat.

"Ohhhh Tomm...." Desahku.

Tomi makin menjadi, dia melepaskan pakaianku dengan terburu-buru, sampai aku bugil. Lalu dia ciumi payudaraku, dia remas payudara sebelah kanan, dan menjilat payudara sebelah kiri. Rasanya, aku dibuat melayang olehnya, lidah dan bibirnya sangat lihai memainkan payudaraku. Bibirnya bergantian menyusu di payudaraku, kanan, kiri, kanan, kiri. Yang kubisa lakukan cuma mendesah dan sedikit teriak saat giginya menggit kecil puting payudaraku. Oghh rasanya sudah sangat tegang puting payudaraku.

Bosan dengan menyusu, Tomi akhirnya turun menjilati perutku, tak lama kemudian, dia melebarkan pahaku dengan tangannya, dijilatnya memek ku perlahan, uhhhh.. geli rasanya. Jilatan lidahnya dimemekku makin dia percepat, membuat ku makin menggelinjang.

"ughhh.... Tom, enaaakkk, iya Tommm... Itilnyaaaaa yang itu Toomm.. Jilatnya lebih kesitu ya Toooomm.. Oohhh terusss Tooommm..." Desahku makin tak terkontrol.

Tomi makin semangat menjilat memekku.
Karna sudah ga kuat kegelian, aku tarik kepalanya sampai sejajar dengan kepalaku, kucium bibirnya dengan buas, Tomi mungkin merasa sesak karna ciumanku, tapi aku tak peduli, kubalikkan tubuhnya, agar dia berada dibawahku, sambil terus kucium. Aku pun ikuti permainannya tadi, kucium lehernya, kucium kupingnya, ku hembuskan nafas pelan pada lubang telinganya. Tomi menjerit tertahan merasakan rangsangan yang kubuat.
Aku buka pakainnya sampai telanjang sepertiku. Ku teruskan ciuman dan jilatanku didadanya. Kujilat putingnya yang kecil, Tomi mendesah, ternyata dia sangat suka dengan jilatan didada. Aku makin semangat mendengar desahan Tomi. Ciumanku turun menuju perutnya, ku jilat udel nya, dan aku terus menuju kontolnya.
Kontol Tomi ternyata setandar Indonesia, ga besar ga panjang. Aku lalu jilati lubang pipis kontol Tomi. Dia medesah.

Kulihat wajahnya sambil tetap menjilati kepala kontol Tomi. Ternyata tomi memejamkan matanya, kepalanya sedikit menengadah, bibirnya terbuka sedikit. Ohh tampan dan menggairahkan sekali wajahnya.
Aku makin bersemangat menjilat kontolnya, ku masukan kontolnya kemulutku, kukenyot kontolnya, Tomi menjerit kecil tapi tetap terpejam. Ku jilat kontol Tomi saat berada didalam mulutku.

"Ohhh beee, terusssssssss..." Katanya.

Kukocok kontolnya memakai mulutku, terus ku keluar masukan didalam mulutku.
Tomi mendesah-desah kenikmatan.

"Beee... udah bee... aku udah ga tahaaann... Beee, langsung beee, masukin memek aja beeee.." Katanya memohon.

Berhubung memekku juga sudah berdenyut-denyut gatal pertanda ingin dimasukin kontol, akhirnya aku mengangkangi Tomi, ku arahkan kontolnya tepat dilubang memekku.
Dan bleesssss,,, ooohhhh... masuk tanpa halangan...

"Beeee, kocoookkkk..." Kata Tomi memerintah.

Akupun mulai menaik turunkan pantatku, kukocok kontol Tomi didalam memekku. Uughhh rasanya nikmaatt, memekku yang gatal karna dijilatnya tadi akhirnya serasa digaruk juga.

"Aaahhhh Toooomm... Nikmat Toomm kontollmuuu Tooommm." Desahku sambil terus mempercepat gerakan naik turun.
"Ya beee ja..ngaaaann berhentii yaaaa." Kata Tomi.

Saat sedang asik naik turun dikontol Tomi, Tomi tiba-tiba menyuruhku berhenti. Dia menyuruhku mengambil HP nya yang berada dimeja dekat dengan tubuhku yang sedang duduk di atas kontolnya.
Ku ambil HP itu, lalu ku berikan padanya,

"Ayo teruskan." Katanya.

Aku heran, buat apa dia memegang HP nya, apa mau direkam? fikirku. Ternyata aku salah.
Saat ku mulai menggoyang kontolnya lagi, kali ini aku maju dan mundurkan pinggulku, sekali-kali aku putar pinggulku sehingga kontolnya serasa masuk lebih dalam didalam memekku.

"Halo sayang." Ternyata, Tomi menelepon pacarnya.

"Sayang, maaf tlp mu ga aku angkat-angkat, aku lg sange nih, jd td aku lagi ngocok tp ga ngecrot-bgecrot, kamu temenin aku ngocok ya." Kata Tomi yang ditujukan pada pacarnya yang brada disebrang telepon. Ternyata sedari tadi, pacar Tomi telepon, tapi dia silent, dia sadar ada tlp saat dia melihat HPnya menyala kelap kelip.

"Hihihi..." Aku ketawa kecil.

Tomi menempelkan telunjuk tangannya pada bibirnya. Artinya dia menyuruhku jangan bersuara tetapi terus bergoyang.
Aku akhirnya senyum-senyum saja sambil terus memaju mundurkan pinggulku.

Ughhhh ternyata enak juga ya berfantasy dengan cwo yang lagi pura-pura ngeloco dan Phone Sex dengan cwe nya. Dikira si cwe, pasti lagi menikmati desahannya, padahal cwo nya emang lagi ngentod bareng aku. Hhahahha..

Tomi menloudspeaker suara hape nya. Terdengar suara seorang wanita mendesah-desah tak karuan.
Aku jadi kurang konsentrasi, rasanya ingin tertawa terbahak-bahak saja.

"Ya sayaaanggg deaah teruss donkk, enak memekmu... sayaangg oohhh yaa memekmu hangat... saayangg, goyang terus sayaanggg...." Kata Tomi berbicara ditlp dengan pacarnya, padahal ditujukan untukku.
Aku yang sudah tak bisa konsentrasi langsung terdiam dan menutup mulutku dengan kedua telapak tanganku. Menahan tertawa.
Dengan bahas tubuh, Tomi menyuruhku untuk terus bergoyang. Terpaksa ku lanjutkan lagi goyanganku. Kali ini aku naik turunkan lagi pantatku agar kontol Tomi keluar masuk dimemekku, ku hentakkan keras-keras dan cepat.
Oohhhh rasanya kembali nikmattt...

"Oohhh enaakk sayaangg,, aaahhhh yaa saayaangg enaakk... terusss... terusss.. mu ngecrroootttt... oohhhh goyaangg.. kuat yang kuaaaaaaaaaatttt..." Kata Tomi sambil sedikit teriak-teriak. Masih tetap mengarahkan suaranya pada telepon, dan terdengar suara desahan wanita disebrang telepon makin keras dan bersemangat.

Dengan menahan teriakan dan desahan, akhirnya aku klimax juga gara-gara mendengar desahan Tomi berbarengan dengan desahan wanita ditelepon itu. Tapo aku terus bergoyang agar Tomi segera mencapai klimaxnya.

"Oooohhhh... Haangaaattt saaayaaangggg.... muuachh.. muaachh.. cupp muaacchh.. Akuu.. nge.. ngeeeecrrooottttt..." Teriak Tomi sedikit tertahan, takut terdengar pengunjung kamar sebelah.

Aku lalu terdiam, masih duduk diatas kontol Tomi. Senyum simpul.

"Sayang, udah dulu ya, aku mau mandi. Muaachh.. muuaaachh.." Kata Tomi pada pacarnya di telepon. Lalu dia menutup teleponnya.

"Ahhahahahahahaaahaha..." Meledaklah tawaku
akhirnya.

Tomi segera terduduk dan mencium mesra bibirku, menghentikan tawaku.
Kami berciuman sebentar.

"Be, maaf ya tadi. Kalo ga gitu, tar transferannya untuk aku berhenti." Kata Tomi sambil memandangku.
Aku hanya balas dengan senyuman.

"Mandi yuk?" Katanya.
"Yuk." Jawabku.

Kami berdua akhirnya menuju kamar mandi.
Tomi masuk bathtub duluan. Bathtub itu spertinya bisa menampung 4 orang sekaligus. Tomi duduk dipojok sebelah kanan dekat tembok. Aku duduk dipojok sbelah kiri dekat pintu masuk kamar mandi.
Tomi menyuruhku menghampirinya, lalu aku duduk diatas lahunan dia. Tomi mencium bibirku dengan lembut. Kubalas ciumannya dengan lembut juga. Spertinya Tomi bukan mengajakku untuk meneruskan rounde ke 2, tapi dia hanya ingin bermesraan denganku. Saat kami sudah berhenti ciuman, tiba-tiba pandangan Tomi mengarah ke belakang ku. Dia sedikit terbengong. Lalu menyuruhku menyingkir dari lahunannya.

"Be, udahan yuk mandinya." Katanya.
"Kan belum pake sabun." Jawabku.
"Udah, ayo jangan lama-lama." Kata Tomi sambil cepat keluar kamar mandi.
Ih tu anak kenapa? Tiba-tiba aneh. Gerutuku.

Aku keluar kamar mandi. Kulihat Tomi sedang tiduran dengan berselimut tebal.

Dengan selimbut tebal yang disediakan pihak penginapan.
Kudekati dia, tidur disampingnya, dan masuk kedalam selimbutnya.
Dia menggigil ternyata.

"Kamu kenapa? Sakit?" Tanyaku.
"Engga." Jawabnya sambil memelukku erat.
"Terus kenapa?" Tanya ku lagi.

Dia tidak menjawab, tapi langsung menciumku, menindihku, dan bergumul di atas tubuhku. Tapi tiba-tiba di bangkit dan terduduk sambil melihat ke kaca dekat pintu kamar mandi. Aku coba ikuti pandangannya. Yang kulihat disana hanya ada bayangan ku, bayangan Tomi, dan sedikit bayangan dari dalam kamar mandi. Ku kernyitkan kening dan menatap Tomi. Tanda penasaran.
Tomi dengan tergesa-gesa memakai pakaiannya. Dia juga menyuruhku cepat-cepat memakai pakaianku.

"Kenapa?" Tanyaku. "Bukannya kita mau menginap?" Lanjutku.
"Sudah jangan banyak bertanya. Lakukan saja perintahku." Jawabnya sambil terus beres-beres.

Akhirnya aku dan dia sudah kembali berpakaian lengkap. Aku masih terheran-heran dibuatnya.

"Udah beres? Yuk." Tomi berkata, mengajakku keluar kamar.
"Tom, ga ada yang ketinggalan kan?" tanyaku.
Tomi menggelengkan kepala.

Kami akhirnya keluar kamar. Melewati kamar sebelah yang pintunya sedang terbuka. Kulihat ada laki-laki yang sedang tiduran diranjang sambil menonton tv. Dia menatapku dan tersenyum menggoda.
Sebelum turun tangga, kulihat ada saklar ditembok kamar laki-laki itu. Dengan tampang tak berdosa aku memencetnya dengan tujuan ingin tahu apa fungsinya. Ceklek. Tiba-tiba terdengar teriakan didalam kamar tersebut.

"Wooyyyy listriknya jangan dimatiiinnn."

Aku buru-buru turun sambil menahan tawa. Dibawah, Tomi sudah menungguku masih dengan wajah yang tegang.

"Kenapa sih?" Tanyaku makin penasaran.
"Nanti aja ngobrolnya." Jawabnya.

Kami berjalan ke arah reseptionis dan mengobrol sebentar.
Lalu kami langsung menuju parkiran.

Didalam mobil yang melaju pulang, aku kembali menanyakan perihal keanehan kelakuan Tomi sewaktu tadi di kamar hotel. Tomi pun menjawabnya. Jawabannya membuatku kaget.

"Tadi, sewaktu kita sedang dibathtub, tiba-tiba aku melihat ada sesosok wanita dibelakangmu, dia berpakaian serba putih, dan matanya melotok ke arah kita. Matanya merah seperti digenangi darah. Lalu setelah kita tiduran dikasur, ku kira tu wanita bakal menghilang, ternyata dia masih ada saat tak sengaja aku melihat ke arah cermin, dan cermin itu memantulkan sosok cwe itu yang sedang melotot ke arah kita. Ku kira dia tak suka kita berada disana. Makanya aku mengajakmu cepat pulang." Kata Tomi panjang lebar.
" Hmmm, pantas saja tadi diluar dijendela, ada yang jalan ke arah pojokan, dan ga kembali lagi, padahal kamar kita kan paling ujung." Kataku. Memang, sempat aku melihat ada yang berjalan dibalkon depan kamar kami ke arah ujung tanpa balik lagi. Tapi aku tak memerdulikannya. Baru setelah Tomi cerita, aku teringat kalau kamar kami kan paling ujung. Jadi tu orang kalau ga balik lagi, berarti menghilang.
"Iya makanya itu. Kukira, pindah kamarpun gakan ada ngaruhnya. Mungkin mreka memang ga mau ada kita disana." Tomi berkata sambil bergidik.

Aku terdiam. Tomi pun ikut terdiam. Disepanjang jalan pulang, kami membisu.


Bersama Sepupuku Rani Yang Mungil



Sebuah cerita pengalaman pribadiku bersama rani….yaitu notabenya sepupuku sendiri..Aku lihat sekali lagi catatanku. Benar, itu rumah nomor 27. Pasti itu rumah Om Andri, kerabat jauh ayahku. Kuhampiri pintunya dan kutekan bel rumahnya. Tidak lama kemudian dari balik pintu muncul muka yang sangat cantik.
“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Andri? nama saya Dodi.”
“Oh.. sebentar yah, Pa.. ini Dodinya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.

Kemudian aku dipersilakan masuk, dan setelah Om Andri keluar dan menyambutku dia pun berkata dengan ramah, “Dodi, papimu barusan sudah nelpon, nanyain apa kamu sudah datang. Ini kenalin, anak Om, namanya Rani, terus anterin Dodi ke kamarnya, kan dia cape, biar dia istirahat dulu, nanti baru deh ngobrol-ngobrol lagi.” Aku datang ke kota ini karena diterima disalah satu Universitas, dan oleh papi aku disuruh tinggal dirumah Om Andri. Rani ternyata baru kelas 1 SMA. Dia anak tunggal. Badannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 165 cm, tapi mukanya sangat lucu, dengan bibir yang agak penuh. Di sini aku diberi kamar di lantai 2, bersebelahan dengan kamar Rani.

Aku sekarang sudah 3 bulan tinggal di rumah Om Andri, dan karena semuanya ramah, aku jadi betah. Lebih lagi Rani. Kadang-kadang dia suka tanya-tanya pelajaran sekolah, dan aku berusaha membantu. Aku sering mencuri-curi untuk memperhatikan Rani. Kalau di rumah, dia sering memakai daster yang pendek hingga pahanya yang putih mulus menarik perhatianku. Selain itu buah dadanya yang baru mekar juga sering bergoyang-goyang di balik dasternya. Aku jadi sering membayangkan betapa indahnya badan Rani seandainya sudah tidak memakai apa-apa lagi.

Suatu hari pulang kuliah sesampainya di rumah ternyata sepi sekali. Di ruang keluarga ternyata Rani sedang belajar sambil tiduran di atas karpet.
“Sepi sekali, sedang belajar yah? Tante kemana?” tanyaku.
“Eh.. Dodi, iya nih, aku minggu depan ujian, nanti aku bantuin belajar yah.., Mami sih lagi keluar, katanya sih ada perlu sampai malem.”
“Iya deh, aku ganti baju dulu.”

Kemudian aku masuk ke kamarku, ganti dengan celana pendek dan kaos oblong. Terus aku tidur-tiduran sebentar sambil baca majalah yang baru kubeli. Tidak lama kemudian aku keluar kamar, lapar, jadi aku ke meja makan. Terus aku teriak memanggil Rani mengajak makan bareng. Tapi tidak ada sahutan. Dan setelah kutengok ke ruang keluarga, ternyata Rani sudah tidur telungkup di atas buku yang sedang dia baca, mungkin sudah kecapaian belajar, pikirku. Nafasnya turun naik secara teratur. Ujung dasternya agak tersingkap, menampakkan bagian belakang pahanya yang putih. Bentuk pantatnya juga bagus.

Memperhatikan Rani tidur membuatku terangsang. Aku merasa kemaluanku mulai tegak di balik celana pendek yang kupakai. Tapi karena takut ketahuan, aku segera ke ruang makan. Tapi nafsu makanku sudah hilang, maka itu aku cuma makan buah, sedangkan otakku terus ke Rani. Kemaluanku juga semakin berdenyut. Akhirnya aku tidak tahan, dan kembali ke ruang keluarga. Ternyata posisi tidur Rani sudah berubah, dan dia sekarang telentang, dengan kaki kiri dilipat keatas, sehingga dasternya tersingkap sekali, dan celana dalam bagian bawahnya kelihatan. Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan berenda, sehingga bulu-bulunya membayang di bawahnya. Aku sampai tertegun melihatnya. Kemaluanku tegak sekali di balik celana pendekku. Buah dadanya naik turun teratur sesuai dengan nafasnya, membuat kemaluanku semakin berdenyut. Ketika sedang nikmat-nikmat memandangi, aku dengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Om Andri sudah pulang. Aku pun cepat-cepat naik kekamarku, pura-pura tidur.

Dan aku memang ketiduran sampai agak sore, dan aku baru ingat kalau belum makan. Aku segera ke ruang makan dan makan sendirian. Keadaan rumah sangat sepi, mungkin Om dan Tante sedang tidur. Setelah makan aku naik lagi ke atas, dan membaca majalah yang baru kubeli. Sedang asyik membaca, tiba-tiba kamarku ada yang mengetuk, dan ternyata Rani.
“Dodi, aku baru dibeliin kalkulator nih, entar aku diajarin yah cara makainya. Soalnya rada canggih sih”, katanya sambil menunjukkan kalkulator barunya.
“Wah, ini kalkulator yang aku juga pengin beli nih. Tapi mahal. Iya deh, aku baca dulu manualnya. Entar aku ajarin deh, kayaknya sih tidak terlalu beda dengan komputer”, sahutku.

“Ya sudah, dibaca dulu deh. Rani juga mau mandi dulu sih”, katanya sambil berlalu ke teras atas tempat menjemur handuk. Aku masih berdiri di pintu kamarku dan mengikuti Rani dengan pandanganku. Ketika mengambil handuk, badan Rani terkena sinar matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya dengan jelas di balik dasternya. Aku jadi teringat pemandangan siang tadi waktu dia tidur. Kemudian sewaktu Rani berjalan melewatiku ke kamar mandi, aku pura-pura sedang membaca manual kalkulator itu. Tidak lama kemudian aku mulai mendengar suara Rani yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Kembali imajinasiku mulai membayangkan Rani yang sedang mandi, dan hal itu membuat kemaluanku agak tegang. Karena tidak tahan sendiri, aku segera mendekati kamar mandi dan mencari cara untuk mengintipnya, dan aku menemukannya. Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip lewat celah ventilasi kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke celah itu, dan ya Tuhan… aku! Melihat Rani yang sedang menyabuni badannya, mengusap-usap dan meratakan sabun ke seluruh lekuk tubuhnya. Badannya sangat indah, jauh lebih indah dari yang kubayangkan. Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang kecoklatan, perutnya yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya, pahanya, semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang.Tapi aku tidak berlama-lama mengintipnya, karena selain takut ketahuan, juga aku merasa tidak enak mengintip orang mandi. Aku segera ke kamarku dan berusaha menenangkan perasaanku yang tidak karuan.

Malamnya sehabis makan, aku dan Om Andri sedang mengobrol sambil nonton TV, dan Om Andri bilang kalau besok mau keluar kota dengan istrinya seminggu. Dia pesan supaya aku membantu Rani kalau butuh bantuan. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Tidak lama kemudian Rani mendekati kita.
“Dodi, tolongin aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian, ayo!” katanya sambil menarik-narik tanganku. Aku mana bisa menolak. Aku pun mengikuti Rani berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Andri yang senyum-senyum melihat Rani yang manja. Beberapa menit kemudian kita sudah terlibat dengan soal-soal yang memang butuh konsentrasi. Rani duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku bersemangat sekali mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada Rani kelihatan dari dasternya yang longgar. Aku lihat Rani tidak pakai beha. Kemaluanku berdenyut-denyut, tegak di balik celana dan kelihatan menonjol. Aku merasa bahwa Rani tahu kalau aku suka curi melihat buah dadanya, tapi dia tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin terbuka sampai aku bisa melihat putingnya. Karena sudah tidak tahan, sambil pura-pura menjelaskan soal aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel ke punggungnya. Rani pasti juga bisa merasakan kemaluanku yang tegak. Rani sekarang cuma diam saja dengan muka menunduk.

“Rani, kamu cantik sekali..” kataku dengan suara yang sudah bergetar, tapi Rani diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi makin berani mengusap-usap pundaknya yang terbuka, karena tali dasternya sangat kecil. Sementara kemaluanku semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku pun semakin turun ke arah dadanya. Aku merasa nafas Rani sudah memburu seperti suara nafasku juga. Aku jadi semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai kepinggiran buah dada, tiba-tiba tangan Rani mencengkeram dan menahan tanganku. Mukanya mendongak kearahku.

“Dodi aku mau diapain..” Rintihnya dengan suara yang sudah bergetar. Melihat mulutnya yang setengah terbuka dan agak bergetar-getar, aku jadi tidak tahan lagi. Aku tundukkan muka, kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang sangat hangat, kenyal, dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan penuh perasaan, dan Rani membalas ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku. Dengan pelan-pelan badan Rani aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan denganku. Dan masih sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan gemas. Buah dadanya keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya.

Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah ke dalam mulutnya, dan mengait-ngait lidahnya, membuat nafas Rani semakin memburu, dan tangannya mulai mengusap-usap punggungku. Tanganku pun tidak tinggal diam, mulai turun ke arah pinggulnya, dan kemudian dengan gemas mulai meremas-remas pantatnya. Pantatnya sangat empuk. Aku remas-remas terus dan aku semakin rapatkan kebadanku hingga kemaluanku terjepit perutnya. Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas pundaknya. Dengan gemetar tali dasternya kuturunkan dan dasternya turun ke bawah dan teronggok di kakinya. Kini Rani tinggal memakai celana dalam saja. Aku memeluknya semakin gemas, dan ciumanku semakin turun. Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat lehernya, dan Rani mulai mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang kepalaku.

Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku renggangkan pelukanku. Aku pandangi badannya yang setengah telanjang. Buah dadanya bulat sekali dengan puting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya. Dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Rani mengerang lagi lebih keras sambil mendongakkan kepalanya, dan menekan pantat dan dadanya ke arahku. Nafsuku semakin naik. Aku ciumi susunya dengan ganas, putingnya aku mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah aku mainkan dengan tanganku.

“Aduuhh.. aahh.. aahh”, Rani semakin merintih-rintih ketika dengan gemas putingnya aku gigit-gigit sedikit. Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Tangan Rani kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap kulit punggungku.

“Dodiii.. aahh.. baju kamu dibuka dong.. aahh..” Akupun mengikuti keinginannya. Tapi selain baju, celana juga kulepas, hingga aku juga cuma pakai celana dalam. Mulutnya kembali kucium dan tanganku memainkan susunya. Penisku semakin keras karena Rani menggesek-gesekkan pinggulnya sembari mengerang-erang. Tanganku mulai menyelinap ke celana dalamnya. Bulu kemaluannya aku usap-usap, dan kadang aku garuk-garuk. Aku merasa vaginanya sudah basah ketika jariku sampai ke mulut vaginanya. Dan ketika tanganku mulai mengusap clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar. Mulutnya mengisap mulutku dengan keras. Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama semakin kencang, dan semakin kencang. Pantat Rani ikut bergoyang, dan semakin rapat menekan, sehingga penisku semakin berdenyut. Sementara clitorisnya masih aku putar-putar, jariku yang lain juga mengusap bibir vaginanya. Rani menggelinjang semakin keras, dan pada saat tanganku mengusap semakin kencang, tiba-tiba tanganku dijepit dengan pahanya,dan badan Rani tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahh aahh Dodiii.. adduuuhh aahh aahh aahh”,
Dan setelah beberapa saat akhirnya jepitannya berangsur semakin mengendur. Tapi mulutnya masih mengerang-erang dengan pelan.
“Dod.. aku boleh yah pegang punya kamu”, tiba-tiba bisiknya di kupingku. Aku yang masih tegang sekali merasa senang sekali.
“Iyaa.. boleh..” bisikku. Kemudian tangannya kubimbing ke celana dalamku.
“Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku. Terasa nikmat sekali. Rani juga terangsang lagi, karena sambil mengusap-usap kepala penisku, mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian mulutnya kucium lagi dengan ganas. Dan penisku mulai di genggam dengan dua tangannya, di urut-urut dan cairan pelumas yang keluar diratakan keseluruh batangku. Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai dikocok-kocok, semakin lama semakin kencang, dan pantatnya juga ikut digesekkan kebadanku. Tidak lama kemudian aku merasa badanku bergetar, terasa ada aliran hangat di seluruh tubuhku, aku merasa aku sudah hampir orgasme.
“Raannniii.. aku hampir keluar..” bisikku yang membuat genggamannya semakin erat dan kocokannya makin kencang.
“Aahh.. Ranniii.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku memancar cairan yang menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak. Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Rani tidak berhenti mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis oleh tangannya. Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya membuat Rani semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat lagi sampai aku merasa lemas sekali.

Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di lantai. Dan tangan Rani berlumuran spermaku ketika dikeluarkan dari celana dalamku. Kita berpandangan, dan bibirnya kembali kukecup, sedangkan tangannya aku bersihkan pakai tissue. Dan secara kebetulan aku melihat ke arah jam.
“Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam sekali nih, aku ke kamarku dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku sembari berharap mudah-mudahan suara desahan kita tidak sampai ke kuping orang tuanya. Setelah Rani mengangguk, aku bergegas menyelinap ke kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak sekali.

Pagi itu aku bangun kesiangan, seisi rumah rupanya sudah pergi semua. Aku pun segera mandi dan berangkat ke kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat, pikiranku tidak bisa konsentrasi sedikit pun, yang kupikirkan cuma Rani. Aku pulang ke rumah sekitar jam 3 sore, dan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku sedang nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Rani keluar dari kamarnya, sudah berpakaian rapi. Dia mendekat dan mukanya menunduk.
“Dodi, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara, sebentar yah aku ganti baju dulu” jawabku, dan aku buru-buru ganti baju dengan jantung berdebaran. Setelah siap, aku pun segera mengajaknya berangkat. Rani menyarankan agar kita pergi dengan mobilnya. Aku segera mengeluarkan mobil, dan ketika Rani duduk di sebelahku, aku baru sadar kalau dia pakai rok pendek, sehingga ketika duduk ujung roknya makin ke atas. Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas melirik kepahanya.

Sesampainya di bioskop, aku beranikan memeluk pinggangnya, dan Rani tidak menolak. Dan sewaktu mengantri di loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Rani merasa penisku sudah tegang karena menempel di pantatnya. Rani meremas tanganku dengan kuat. Kita memesan tempat duduk paling belakang, dan ternyata yang menonton tidak begitu banyak, dan di sekeliling kita tidak ditempati. Kami segera duduk dengan tangan masih saling meremas. Tangannya sudah basah dengan keringat dingin, dan mukanya selalu menunduk. Ketika lampu mulai dipadamkan, aku sudah tidak tahan, segera kuusap mukanya, kemudian kudekatkan ke mukaku, dan kita segera berciuman dengan gemasnya. Lidahku dan lidahnya saling berkaitan, dan kadang-kadang lidahku digigitnya lembut. Tanganku segera menyelinap ke balik bajunya. Dan karena tidak sabar, langsung saja kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang sebelah kiri aku remas dengan gemas. Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh Rani. Tanganku pun semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya, begitu terus, kemudian pindah ke susu yang kanan, dan Rani mulai mengerang di dalam mulutku, sementara penisku semakin meronta menuntut sesuatu.

Kemudian tanganku mulai mengelus pahanya, dan kuusap-usap dengan arah semakin naik ke atas, ke pangkal pahanya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga sambil berciuman, di keremangan cahaya, aku bisa melihat celana dalamnya. Dan ketika tanganku sampai di selangkangannya, mulut Rani berpindah menciumi kupingku sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah. Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan mulai memainkan clitorisnya. Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh perasaan, kemudian kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba tangannya mencengkram tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku, sedangkan kupingku digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya tersentak-sentak beberapa saat.
“Dodi.. aduuuhh.. aku tidak tahan sekali.. berhenti dulu yaahh.. nanti di rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun segera mencabut tanganku dari selangkangannya.
“Dodi.. sekarang aku mainin punya kamu yaahh..” katanya sambil mulai meraba celanaku yang sudah menonjol. Kubantu dia dengan kubuka ritsluiting celana, kemudian tangannya menelusup, merogoh, dan ketika akhirnya menggenggam penisku, aku merasa nikmat luar biasa. Penisku ditariknya keluar celana, sehingga mengacung tegak.
“Dodi.. ini sudah basah.. cairannya licin..” rintihnya di kupingku sambil mulai digenggam dengan dua tangan. Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang kanan ujung penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan cairannya.
“Rani.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi. Aku merasa penisku sudah keras sekali. Rani meremas dan mengurut penisku semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah hampir keluar. Aku bingung sekali karena takut kalau sampai keluar bakal muncrat kemana-mana.
“Rani.. aku hampir keluar nih.., berhenti dulu deh..” kataku dengan suara yang tidak yakin, karena masih keenakan.
“Waahh.. Rani belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku gemes..” rengeknya.
“Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja yuk..!” ajakku, dan ketika Rani mengangguk setuju, segera kurapikan celanaku, juga pakaian Rani, dan segera kita keluar bioskop meskipun filmnya belum selesai. Di mobil tangan Rani kembali mengusap-usap celanaku. Dan aku diam saja ketika dia buka ritsluitingku dan menelusupkan tangannya mencari penisku. Aduh, rasanya nikmat sekali. Dan penisku makin berdenyut ketika dia bilang, “Nanti aku boleh yah nyiumin ininya yah..” Aku pengin segera sampai kerumah.

Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan sambil berpelukan erat-erat. Sewaktu Rani membuka pintu rumah, dia kupeluk dari belakang, dan kuciumi samping lehernya. Tanganku sudah menyingkapkan roknya ke atas, dan tanganku meremas pinggul dan pantatnya dengan gemas. Rani kubimbing ke ruang keluarga. Sambil berdiri kuciumi bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia membalas dengan sama gemasnya. Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman. Sambil melepas bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha. Dengan tak sabar behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir celana dalamnya juga kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.

Badannya yang telanjang kupeluk erat-erat. Ini pertama kalinya aku memeluk seorang gadis dengan telanjang bulat. Dan gadis ini adalah Rani yang sering aku impikan tapi tidak terbayangkan untuk menyentuhnya. Semuanya sekarang ada di depan mataku. Kemudian tangan Rani juga melepaskan bajuku, kemudian celana panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Rani melakukannya sambil memeluk badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera meloncat keluar dan menekan perutnya. Uuuhh, rasanya nikmat sekali ketika kulit kita yang sama-sama telanjang bersentuhan, bergesekan, dan menempel dengan ketat. Bibir kita saling melumat dengan nafas yang semakin memburu. Tanganku meremas pantatnya, mengusap punggungnya, mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan bergantian. Tangan Rani juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan Rani bergelinjangan, dan dari mulutnya keluar rintihan yang semakin membangkitkan birahiku. Karena rumah memang sepi, kita jadi mengerang dengan bebas.

Kemudian sambil tetap meremasi penisku, Rani mulai merendahkan badannya, sampai akhirnya dia berlutut dan mukanya tepat di depan selangkanganku. Matanya memandangi penisku yang semakin keras di dalam genggamannya, dan mulutnya setengah terbuka. Penisku terus dinikmati, dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak. Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala penisku. Aku melihatnya dengan gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak ketika akhirnya bibirnya mengecup kepala penisku. Tangannya masih menggenggam pangkal penisku, dan mengelusnya pelan-pelan. Mulutnya mulai mengecupi kepala penisku berulang-ulang, kemudian memakai lidahnya untuk meratakan cairan penisku. Lidahnya memutar-mutar, kemudian mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap memutari kepala penisku. Aku semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong penisku sampai terbenam kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya. Rasanya nikmat sekali. Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju mundurkan di dalam mulutnya. Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang kepalanya aku tekan-tekan agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya dan lidahnya yang melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak tahan. Apalagi sewaktu Rani melakukannya semakin cepat, dan semakin cepat, dan semakin cepat.

Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau muncrat, segera kutarik penisku dari mulutnya. Tapi Rani menahannya dan tetap menghisap penisku. Maka aku pun tidak bisa menahan lebih lama lagi, spermaku muncrat di dalam mulutnya dengan rasa nikmat yang luar biasa. Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan menyedot penisku sampai spermaku muncrat berkali-kali. Badanku sampai tersentak-sentak merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun spermaku sudah habis, mulut Rani masih terus menjilat. Akupun akhirnya tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dengan nafas sama-sama tersengal-sengal kita berbaring di karpet dengan mata terpejam.
“Thanks ya Ran, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.
“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup, matanya juga, kemudian bibirnya. Mataku memandangi tubuhnya yang terbaring telanjang, alangkah indahnya. Pelan-pelan kuciumi lehernya, dan aku merasa nafsu kami mulai naik lagi. Kemudian mulutku turun dan menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan tanganku mulai meremas susu yang kiri. Rani mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat mulut dan tanganku tambah gemas memainkan susu dan putingnya. Aku terus menciumi untuk beberapa saat, dan kemudian pelan-pelan aku mulai mengusapkan tanganku keperutnya, kemudian ke bawah lagi sampai merasakan bulu kemaluannya, kuelus dan kugaruk sampai mulutnya menciumi kupingku. Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang. Kemudian sambil mulutku terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan clitorisnya yang sudah mulai terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan ke seluruh permukaan vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris dan vaginanya, membuat Rani semakin menggelinjang dan mengerang. clitorisnya kuputar-putar terus, juga mulut vaginanya bergantian.

“Ahh.. Dodiii.. aahh.. terusss… aahh.. sayaanggg..” mulutnya terus meracau sementara pinggulnya mulai bergoyang-goyang. Pantatnya juga mulai terangkat-angkat. Aku pun segera menurunkan kepalaku ke arah selangkangannya, sampai akhirnya mukaku tepat di selangkangannya. Kedua kakinya kulipat ke atas, kupegangi dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga vagina dan clitorisnya terbuka di depan mukaku. Aku tidak tahan memandangi keindahan vaginanya. Lidahku langsung menjulur dan mengusap clitoris dan vaginanya. Cairan vaginanya kusedot-sedot dengan nikmat. Mulutku menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan lidahku kuselip-selipkan ke lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus begitu, sampai pantatnya terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku sampai aku terbenam di selangkangannya. Aku jilati terus, clitorisnya kuputar dengan lidah, kuhisap, kusedot, sampai Rani meronta-ronta. Aku merasa penisku sudah tegak kembali, dan mulai berdenyut-denyut.

“Dodii.. aku tidak tahan.. aduuhh.. aahh.. enaakk sekaliii.. ” rintihnya berulang-ulang.

Mulutku sudah berlumuran cairan vaginanya yang semakin membuat nafsuku tidak tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya. Sekarang giliran penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil aku duduk mengangkang juga. Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka. Rasanya nikmat sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Rani juga merasakan hal yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan menekan penisku digeser-geserkan di clitorisnya.
“Raniii.. aahh.. enakkk.. aahh..”
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”
Kita saling merintih. Kemudian karena penisku semakin gatal, aku mulai menggosokkan kepala penisku ke mulut vaginanya. Rani semakin menggelinjang. Akhirnya aku mulai mendorong pelan sampai kepala penisku masuk ke vaginanya.
“Aduuuhh.. Dodii.. saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..” rintihnya
“Tahan dulu sebentar… Nanti juga hilang sakitnya..” kataku membujuk
Kemudian pelan-pelan penisku aku keluarkan, kemudian kutekan lagi, kukeluarkan lagi, kutekan lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam sampai masuk hampir setengahnya. Mulut Rani sampai terbuka tapi sudah tidak bisa bersuara.

Punggungnya terangkat dari karpet menahan desakan penisku. Kemudian pelan-pelan kukeluarkan lagi, kudorong lagi, kukeluarkan lagi, terus sampai dia tenang lagi. Akhirnya ketika aku mendorong lagi kali ini kudorong sampai amblas semuanya ke dalam. Kali ini kita sama-sama mengerang dengan keras. Badan kita berpelukan, mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya menjepit pinggangku dengan keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah mentok ke dinding vaginanya. Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk beberapa saat lamanya. Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita sama-sama merasakan keenakan yang tiada taranya. Setelah itu pantatnya sedikit demi sedikit mulai bergoyang, maka aku pun mulai menggerakkan penisku pelan-pelan, maju, mundur, pelan, pelan, semakin cepat, semakin cepat, dan goyangan pantat Rani juga semakin cepat.
“Dodii.. aduuuhh.. aahh.. teruskan sayang.. aku hampir niihh..” rintihnya.
“Iya.. nihh.. tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng ajaa..” kataku sambil terus menggerakkan penis semakin cepat. Tanganku juga ikut meremasi susunya kanan dan kiri. Penisku semakin keras, kuhunjam-hunjamkan ke dalam vaginanya sampai pantatnya terangkat dari karpet. Dan aku merasa vaginanya juga menguruti penisku di dalam. Penisku kutarik dan kutekan semakin cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat.. dannn..”Raaniii.. aku mau keluar niihh..”"Iyaa.. keluarin saja.. Rani juga keluar sekarang niiihh.”Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut dengan pantat Rani yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding vaginanya dengan keras. Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras sehingga penisku makin mentok, tangannya mencengkeram punggungku. Vaginanya berdenyut-denyut. Spermaku memancar, muncrat dengan sebanyak-banyaknya menyirami vaginanya.
“aahh… aahh.. aahh..” kita sama-sama mengerang, dan vaginanya masih berdenyut, mencengkeram penisku, sehingga spermaku berkali-kali menyembur. Pantatnya masih juga berusaha menekan-nekan dan memutar sehingga penisku seperti diperas. Kita orgasme bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya tidak akan berakhir. Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih menjepit pahaku erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku dengan enaknya sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa sedikitpun.
“aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi selain mengerang-erang keenakan.

Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Rani dengan penis masih di dalam vaginanya. Kita saling berciuman lagi untuk beberapa saat sambil saling membelai. Kuciumi terus sampai akhirnya aku menyadari kalau Rani sedang menangis. Tanpa berbicara kita saling menghibur. Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena penisku. Dan ketika penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang mengalir darah yang bercampur dengan spermaku. Kita terus saling membelai, dan Rani masih mengisak di dadaku, sampai akhirnya kita berdua tertidur kelelahan dengan berpelukan.

Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan kulihat Rani masih terlelap di sampingku masih telanjang bulat. Segera aku bangun dan kuselimuti badannya pelan-pelan. Kemudian aku segera ke kamar mandi, kupikir shower dengan air hangat pasti menyegarkan. Aku membiarkan badanku diguyur air hangat berlama-lama, dan memang menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi sekitar 20 menit, ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh punggungku. Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan. Ternyata Rani sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa kuketahui. Tangannya memelukku dari belakang, dan badannya merapat di punggungku.
“Aku ikut mandi yah..?” katanya.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap tangannya yang ada di dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa kaget. Sambil tetap memelukku dari belakang, Rani mengambil sabun dan mulai mengusapkannya di dadaku. Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga merasakan susunya yang menekan punggungku. Usapan tangan Rani mulai turun ke arah perutku, dan penisku mulai berdenyut dan berangsur menjadi keras. Tidak lama kemudian tangan Rani sampai di selangkanganku dan mulai mengusap penisku yang semakin tegak. Sambil menggenggam penisku, Rani mulai menciumi belakang leherku sambil mendesah-desah, dan badannya semakin menekan badanku. Selangkangan dan susunya mulai digesek-gesekkan ke pantat dan punggungku, dan tangannya yang menggenggam penisku mulai meremas-remas dan digerakkan ke pangkal dan kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.

“Raniii oohh.. nikmat sekali sayang.”
“Dodiii uuuhh”, erangnya sambil lidahnya semakin liar menciumi leherku. Aku yang sudah merasa gemas sekali segera menarik badannya, dan sekarang posisi kita berbalik. Aku sekarang memeluk badannya dari belakang, kemudian pahanya kurenggangkan sedikit, dan penisku diselinapkan di antara pahanya, dan ujungnya yang nongol di depan pahanya langsung di pegang lagi oleh Rani. Tangan kiriku segera meremasi susunya dengan gemas sekali, dan tangan kananku mulai meremasi bulu kemaluannya. Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh clitorisnya, Rani pun mengerang semakin keras dan pahanya menjepit penisku, dan pantatnya mulai bergerak-gerak yang membuat aku semakin merasa nikmat. Mukanya menengok ke arahku, dan mulutnya segera kuhisap dengan keras. Lidah kami saling membelit, dan jari tanganku mulai mengelusi clitorisnya yang semakin licin. Kepala penisku juga mulai dikocok-kocok dengan lembut.
“Rani aku tidak tahan nih aduuuhh.”
“Iya Dod.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.”
Badan Rani segera kubungkukkan, dan kakinya kurenggangkan. Aku segera mengarahkan dan menempelkan ujung penisku ke arah bibir vaginanya yang sudah menganga lebar menantang.
“Dodi.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.” Aku yang sudah gemas sekali segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung amblas semua sampai ke dasar vaginanya. Rani menjerit keras sekali. Mukanya sampai mendongak.
“aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku yang sudah tidak sabar mulai menggerakkan penisku maju mundur, kuhunjam-hunjamkan dengan kasar yang membuat Rani semakin keras mengerang-erang. Susunya aku remas-remas dengan dua tanganku. Tidak lama kemudian Rani mulai menikmati permainan kita, dan mulai menggoyangkan pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku. Aku menjadi semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak dasar vaginanya. Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku juga menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan kuat sekali. Tapi tiba-tiba Rani melepaskan diri.
“hh sekarang giliranku aku sudah hampir sampai.” katanya. Kemudian aku disuruh duduk selonjor di lantai di antara kaki Rani yang mulai menurunkan badannya. Penisku yang mengacung ke atas mulai dipegang Rani, dan di arahkan ke bibir vaginanya.

Tiba-tiba Rani menurunkan badannya duduk di pangkuanku sehingga penisku langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita sama-sama mengerang dengan keras, dan mulutnya yang masih menganga kuciumi dengan gemas. Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama makin keras. Rani melakukannya dengan ganas sekali. Pantatnya juga diputar-putar sehingga aku merasa penisku seperti dipelintir.
“Dodii.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr, uuuhh…” Erangnya sambil terus menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku beralih dari mulutnya ke susunya yang bulat sekali. Putingnya kugigit-gigit, dan lidahku berputar menyapu permukaan susunya. Susunya kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras, membuat gerakan Rani semakin liar. Tidak lama kemudian Rani menghunjamkan pantatnya dengan keras sekali dan terus menekan sambil memutar pantatnya.
“Sekaranggg aahh sekaranggg Dodi, sekaranggg”, Rani berteriak-teriak sambil badannya berkelojotan. Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi mulutku, dan tangannya memelukku sangat keras. Rani orgasme selama beberapa detik, dan setelah itu ketegangan badannya berangsur mengendur.
“Dod, makasih yah.., sekarang aku pengin ngisep boleh yah..?” katanya sambil mengangkat pantatnya sampai penisku lepas dari vaginanya. Rani kemudian menundukkan mukanya dan segera memegang penisku yang sangat keras, berdenyut, dan ingin segera memuntahkan air mani. Mulutnya langsung menelan senjataku sampai menyentuh tenggorokannya. Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku yang tidak muat di mulutnya. Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan penisku. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Ujung penisku yang sudah sampai di tenggorokannya masih aku dorong-dorong. Tanganku juga ikut mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari penisku yang ada dalam mulutnya. “Raniii isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg sekarangg.. issaapp..”, Rani yang merasa penisku hampir menyemburkan sperma semakin menyedot dengan kuat. Dan…”aahh.. sekaranggg.. sekaranggg.. issaappp..” spermaku menyembur dengan deras berkali-kali dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan. Rani dengan rakusnya menelan semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada di dalam penis sampai habis. Rani terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin nikmat. Dan setelah selesai, Rani masih juga menjilati penisku, spermaku yang sebagian tumpah juga masih di jilati.

Kemudian setelah beristirahat beberapa saat, kami pun meneruskan mandi sambil saling menyabuni. Setiap lekuk tubuhnya aku telusuri. Dan aku pun semakin menyadari bahwa badannya sangat indah. Setelah itu kami tidur berdua sambil terus berpelukan.

Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata Rani sudah berpakaian rapi, dan dia cantik sekali. Dia mengenakan rok mini dan baju tanpa lengan yang serasi dengan kulitnya yang halus. Dia mengajakku belanja ke Mall karena persediaan makanan memang sudah habis. Maka aku pun segera mandi dan bersiap-siap.

Di perjalanan dan selama berbelanja kita saling memeluk pinggang. Siang itu aku menikmati jalan berdua dengannya. Kita belanja selama beberapa jam, kemudian kita mampir ke sebuah Café untuk makan siang. Di dalam mobil dalam perjalanan pulang kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari masalah pelajaran sekolah sampai hal-hal yang ringan. Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu, Rani tertawa sampai terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai kakinya terangkat-angkat. Dan itu membuat roknya yang pendek tersingkap. Aku pun sembari menyetir, karena melihat pemandangan yang indah, meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Rani, bercanda.
“Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun sama-sama tersenyum. Mengusap-usap paha Rani memang memberi sensasi tersendiri, sampai aku merasa penisku menjadi tegang sendiri.
“Dodi.. sudah kamu nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah bangun.. pingin lagi yah? Rani jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Rani menggodaku. Aku cuma senyum menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya lagi.
“Dodi, bajunya dikeluarin dong dari celana, biar tanganku ketutupan. Dipegang yah?” Aku semakin nyengir mendengarnya. Tapi karena memang kepingin, dan memang lebih aman begitu dari pada aku yang meneruskan aksiku. Sambil menyetir aku pun mengeluarkan ujung bajuku dari celanaku. Kemudian tanpa menunggu, tangan Rani langsung menyelinap ke balik bajuku, ke arah selangkanganku. Tangannya mencari-cari penisku yang semakin tegang.

“Ati-ati, masih siang nih, kalau ada orang nanti tangan kamu ditarik yah!” kataku. Rani diam saja, dan kemudian tersenyum ketika tangannya menemukan apa yang dicari-cari. Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang masih di dalam celana. Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut. Karena terangsang juga, Rani mulai berusaha membuka ritsluiting celanaku, dan kemudian menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala penisku. Cairan pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang penisku.
“Dodi.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai kamu keluar dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera merasakan apa yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai di rumah, dan segera mencumbunya.

Tapi harapan kita ternyata tidak segera terwujud karena sesampainya di rumah, ternyata orang tua Rani sudah pulang. Kita cuma saling berpandangan dan tersenyum kecewa.
“Eh, sudah pada pulang yah..” Rani menyapa mereka.
“Iya nih, ada perubahan acara mendadak. Makanya sekarang cape banget. Nanti malem ada undangan pesta, makanya sekarang mau istirahat dulu. Kamu masak dulu saja ya sayang.. sudah belanja kan?” kata maminya Rani.
“Iya deh, sebentar Rani ganti baju dulu. Eh, Dodi, katanya kamu pengin belajar masak, ayo, sekalian bantuin aku”, kata Rani sambil tersenyum penuh arti. Aku cuma mengiyakan dan ke kamarku ganti pakaian dengan celana pendek dan T-shirt. Kemudian aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan memasukkannya ke lemari es. Tidak lama kemudian Rani menyusul ke dapur. Dia pun sudah berganti pakaian, dan sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga ikut-ikutan menyiapkan bahan makanan dan Rani mulai mengajariku memasak.
“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang ngebantuin..” kata Rani.
“Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah yah, Mami mau coba istirahat saja”, kata Maminya Rani sambil keluar dari dapur. Aku yang sedang memotongi sayuran cuma tersenyum. Setelah beberapa saat, Rani tiba-tiba memelukku dari belakang, tangannya langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan memegang penisku yang masih tidur.

“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Rani bangunin yah?” tangannya dikeluarkan kemudian Rani mengambil salad dressing yang ada di depanku, masih sambil merapatkan badannya dari belakangku. Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan langsung menyelinap lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang langsung menegang. Sambil merapatkan badannya, susunya menekan punggungku, Rani mulai meremasi penisku dengan dua tangannya. Nikmat yang aku rasakan sangat luar biasa. Aku segera melingkarkan tangan ke belakang, meremas pantatnya yang bulat itu. Tanganku aku turunkan sampai ke ujung dasternya, kemudian kusingkapkan ke atas sambil meremas pahanya dengan gemas. Ketika sampai di pangkal pahanya, aku baru menyadari kalau Rani ternyata sudah tidak memakai celana dalam. Maka tanganku menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan kemudian menelusuri pahanya ke depan sampai ke selangkangannya. Jari-jariku segera membuka belahan vaginanya dan mulai memainkan clitorisnya yang sudah sangat basah terkena cairan yang semakin banyak keluar dari vaginanya. Tangan Rani juga semakin liar meremas, meraba dan mengocok penisku.
“Rani.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah tidur..” kataku berbisik karena merasa agak tidak aman. Rani kemudian melepaskan pegangannya dan keluar dapur.

Tidak lama kemudian Rani kembali dan bilang semuanya sudah tidur. Aku segera memeluk Rani yang masih ada di pintu dapur, kemudian pelan-pelan pintu kututup dan Rani kupepet ke dinding. Kita berciuman dengan gemasnya dan tangan kita langsung saling menelusup dan memainkan semua yang ditemui. Penisku langsung ditarik keluar oleh Rani dan aku segera menyingkap dasternya ke atas, kemudian kaki kirinya kuangkat ke pinggulku, dan selangkangannya yang menganga langsung kuserbu dengan jari-jariku. Tangan Rani menuntun penisku ke arah selangkangannya, menyentuhkan kepala penisku ke belahan vaginanya dan terus-terusan menggosok-gosokkannya. Untuk mencegah agar Rani tidak mengerang, mulutnya terus kusumbat dengan mulutku. Kemudian karena sudah tidak tahan, aku segera mengarahkan penisku tepat ke mulut vaginanya, dan menekan pelan-pelan, terus ditekan, terus ditekan sampai seluruh batangnya amblas. Kaki Rani satunya segera kuangkat juga ke pinggangku, sehingga sekarang dua kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding. Kita saling mengadu gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Rani berusaha menggoyang-goyangkan pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan terasa meremasi batang penisku. Tidak lama kemudian aku merasa Rani hampir orgasme. Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin tegang dan isapan mulutnya di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa Rani orgasme. Kontraksi otot vaginanya membuat penisku merasa seperti diurut-urut dan aku juga merasa hampir mencapai orgasme. Setelah orgasme, gerakan Rani tidak liar lagi, dia cuma mengikuti gerakan pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan penisku dan mendesakkan badannya ke dinding.

Kemudian sementara penisku masih di dalam dan kaki Rani masih di pinggangku, aku melangkah ke arah meja dapur dan duduk di salah satu kursi, sehingga sekarang Rani ada di pangkuanku dengan punggung menyandar di meja dapur. Selama beberapa saat kita cuma berdiam diri saja. Rani masih menikmati sisa kenikmatan orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam vaginanya. Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati melihat Rani ada di pangkuanku. Tanganku mengusap-usap pahanya dan menyingkapkan dasternya ke atas sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling menempel. Belahan vaginanya kubuka dan aku melihat pemandangan yang sangat indah. Penisku hanya kelihatan pangkalnya karena seluruh batangnya masih di dalam vagina Rani, dan di atasnya aku melihat clitorisnya yang sangat basah. Jari-jariku mulai mengusap-usap clitorisnya sampai Rani mulai mendesis-desis lagi, dan pantatnya mulai bergerak lagi, berputar dan mendesakkan penisku menjadi semakin masuk. Aku merasa vaginanya mulai berdenyutan lagi meremas-remas penisku. Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya kupelintir dan kucubit-cubit.

Kemudian dasternya kusingkap semakin ke atas sampai aku melihat susunya yang menantangku untuk segera memainkannya. Dengan tak sabar segera susunya yang kiri kulumat dengan mulutku, yang membuat kepala Rani mendongak merasakan kenikmatan itu. Sambil melumati susunya, lidahku juga memainkan putingnya yang sudah sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga kugigit-gigit kecil dengan gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang bulat.
“Ya Tuhan Dodiii aahh aahh”, rintihnya di kupingku, sambil kadang menjilati dan menggigit kupingku.
“Dodii.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh.., terus gitu sayang”, rintihnya dengan gerakan yang semakin liar. Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat penisku juga seperti dipelintir dengan lembut. Aku pun menuruti dan terus memberikan kenikmatan dengan terus memainkan susunya bergantian yang kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut memainkan puting susunya, sampai Rani tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras dan setelah menghentakkan pantatnya dia memelukku dengan eratnya.
“hh Dodddiii.. hh. hh.” Aku merasakan Rani orgasme untuk kedua kalinya dan lebih hebat dari yang pertama. Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama beberapa detik, dan kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir orgasme. Tapi setelah orgasme, ternyata Rani masih ingat keinginannya untuk menghisap penisku.
“Dodi.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di mulutku saja yah”. Maka setelah turun dari pangkuanku, Rani segera jongkok di depanku dan langsung mengulum penisku. Lidahnya memutari batangnya dan mulutnya menyedot-nyedot membuat aku merasa orgasmeku sudah sangat dekat. Tanganku memegang belakang kepala Rani, dan kutekan agar penisku semakin masuk di mulutnya, kemudian aku juga membantu memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan
“aahh Rani aku keluarrr terus isaappp.. aahh..” dan memang Rani dengan lahapnya terus menghisap spermaku yang langsung berhamburan masuk ke tenggorokannya. Penisku yang masih mengeluarkan sperma terus disedot dan dikenyot-kenyot dan pangkal penisku juga terus-terusan dikocok-kocok. Orgasmeku kali ini kurasakan sangat luar biasa.

Setelah itu kita kembali berciuman, dan kembali meneruskan memasak.
“Dodi.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang bebas sih, entar malem lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma mengangguk.
“Ran, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Rani jadi merinding nih”, kata Rani sambil memperlihatkan bulu-bulu tangannya yang memang berdiri, dan sambil tersenyum aku mengelusi tangannya. Kemudian badannya kupeluk dari belakang dengan lembut. Aku merasa bahagia sekali.
dan pada akhirnya akupun menjalin hubungan dengan rani hingga kuliahku selesai


Akhir Kisah Selingkuh



Malam itu Rini sedang menangis di hadapanku. Kisah selingkuh kami ketahuan oleh istriku. Aku yang sangat mencintai istriku telah berjanji untuk berhenti selingkuh, dan malam ini adalah kesempatanku untuk menjelaskan pada Rini.

Rini adalah wanita berjilbab yang masih single, berusia 22 tahun. Dulunya dia adalah rekan kerja dari sahabatku. Hobi fotografi membuat kami saling kenal, karena dia bersedia untuk difoto olehku yang masih sangat pemula. Tidak lama setelah berkenalan, Rini mulai menceritakan kisah cintanya yang ternyata tidak bahagia. Meskipun telah berencana menikah, calon suaminya ternyata sering berlaku keras dan berkata kasar. Akupun sering bercerita tentang masalah keluargaku.

Pernikahan di usia muda membuatku dan istri sering bertengkar. Sementara ketika menghadapi Rini yang sabar dan penyayang, aku merasa sangat nyaman. Begitu juga yang Rini rasakan ketika bertemu aku. Tanpa sadar, kami pun sering ber sms dan mulai mengatakan saling menyayangi. Hanya saja, sebuah sms yang salah kirim membongkar semua. Kini Rini bersedia datang menemuiku di kamar kosan tempat kami biasa berduaan.

Rini yang mencoba memahami situasi ini terlihat sangat sedih. Katanya dia takut kehilangan aku. Oh, betapa tangis wanita selalu bisa melumpuhkan dunia, begitupun aku saat itu. Wanita ini sangat baik, sabar, penyayang, dan memiliki keinginan kuat. Matanya yang sembab membuatku sangat ingin memeluknya, mungkin untuk yang terakhir kali. Akhirnya kuraih tangannya dan meletakkan kepalanya di pundakku. Isak tangisnya pun meledak, tak lagi sanggup dibendung. Entah mengapa aku sangat merasa bersalah, meskipun aku merasa itu salah kami berdua. Semakin erat pelukanku kepadanya, dan kurasakan dia melakukan hal yang sama. Kemudian kuangkat wajahnya, kudekatkan kewajahku, aku tak sanggup menahan bibir untuk bicara, "I Love You, Rini". Dalam isak tangisnya dia juga berkata, "Love You Too, Ari...". Sungguh bergetar hatiku saat itu, dan tidak terasa aku mengecup bibirnya perlahan.

Kulihat untuk sesaat Rini memejamkan matanya, sepertinya dia merasakan getaran perasaan hingga ke hati. Kurasakan jantungku berdetak semakin cepat. Rasa sayang ini menyatu bersama kekecewaan mendorongku untuk memagutnya lebih dalam. Kukulum bibirnya yang ranum dan jarang disentuh laki-laki, dan kurasakan bibirnyapun membalas ciumanku. Sepertinya "pertemuan terakhir" ini menjadi luapan segala emosi yang pernah kita jalani bersama. Pertemuan sembunyi-sembunyi, memasak untukku, makan bareng, ciuman-ciuman kecil, dan menghabiskan malam berdua meskipun hanya memandang bulan. Dan sedikit pelukan tentunya.

Malam ini Rini terasa seperti kehilangan rem. Lidahku mulai menjelajah liang mulutnya, meraba deretan giginya, dan sesekali dihisapnya. Ketika kutemukan lidahnya, kuelus dengan lidahku dan bertarung dahsyat. Bibir dan kepala kamipun mulai bergerak liar. Pelukan yang tadinya kencang mulai mengendur, karena satu tanganku tidak lagi memeluk. Dia telah berpindah ke depan untuk memegang lembut dadanya. Sebuah reflek yang biasa kulakukan ketika berciuman dengan istriku, tapi ini yang pertama kali kulakukan pada Rini. Awalnya aku kaget dan takut membuat Rini marah, namun anehnya Rini tidak bereaksi apapun kecuali melanjutkan aksi ciuman kami. Karena merasa dia memberikan ijin, tanganku mulai meraba kedua perhiasan yang selama ini dijaganya itu. Payudaranya memang tidak besar, namun menyentuhnya membuat darahku makin memanas.

Di saat itu sepertinya rem kami berdua makin blong. Kurebahkan Rini yang masih berbusana lengkap plus jilbab di kasurku, supaya aku bisa leluasa menciumnya sambil menjelajahi dua bukit muda yang jarang dijamah itu. Terasa makin lama nafas Rini pun makin memburu, seolah mengisyaratkan kepadaku bahwa dia ingin kumiliki. Ciuman kami dan rabaanku semakin liar hingga jilbabnya mulai berantakan. Karena makin menggangu, maka kulepas saja jilbab itu, namun agak sulit karena banyak peniti disana sini. Jilbab itu akhirnya tanggal setelah dia membantunya. Tampaklah wajah dan rambutnya yang baru pertama ini kulihat. Wajah putihnya yang cantik ditambah rambutnya yang acak-acakan semakin membuatku menjadi bernafsu. Untuk sementara kulupakan rasa bersalahku, kulupakan rasa hormatku, dan kulupakan istriku. Yang ada hanya nafsu yang memuncak.

Tak tahan lalu kucoba mencari kancing bajunya, dan ingin kulepaskan. Aku menjelajah ke seluruh tubuhnya, namun tak kutemukan. Aku ternyata kurang akrab dengan baju seperti ini. Rini yang mengetahui kebingunganku tersenyum kecil dan membuka resleting baju yang ada di bagian samping, dan membiarkan aku melakukan sisanya. Tanpa lama-lama lagi, kubuka baju itu, dan terpampang sebuah pemandangan yang sangat indah yang seperti baru pertama kali kulihat. Hamparan kulit putih bersih dan tercium wangi yang biasa ditutup sangat rapat sekarang terbuka lebar di hadapanku untuk kunikmati. Kuelus lembut perutnya, dan ternyata sangat sangat halus dan lembut. Payudara yang tersembul tertutupi bra warna hijau adalah puncak keindahan pemandangan itu. Namun aku yakin ada yang lebih indah di dalamnya.

Kulepas paksa bra itu, diiringi rintihan penolakan kecil yang tak berarti dan tidak menghentikan aku untuk melakukannya. Tak perlu usaha keras, bra itupun tak lagi menutupi keindahan itu. Dua buah payudara yang putih dan sangat mulus, berujungkan puting kecil berwarna merah muda yang menegang. Warnanya yang merah muda segar menandakan area ini belum pernah dijamah pria manapun. Sungguh makin tak kuasa aku menahan gejolak ini. Kuremas payudara itu dengan lembut, dan kuhisap putingnya. Gerak lidahku bermain membuat Rini mendesah-desah pendek, sambil menggerak-gerakkan kakinya. Aku tahu dia gelisah, terjadi pertarungan antara ketakutan karena ini adalah pengalaman pertama, sekaligus dorongan nafsu yang sudah di ubun-ubun. Kurasakan tangannya menyentuh bagian belakang kepalaku dan membantunya bergerak. Dia menikmati itu. Pasti.

Ciumanku kembali ke atas, menjamah leher dan kemudian telinganya. Aku sempat bertanya, "Kenapa mau Rin?". Sambil menyentuhkan payudaranya ke dadaku yang kini bersentuhan, dia berbisik, "Beginilah kalau wanita sudah cinta, Ari..". Karena terbawa suasana, tanganku kini menjelajah pangkal pahanya yang masih tertutup rok panjang warna hitam. Untuk sejenak kucari celah kecil dari luar rok, dan kurasakan Rini melonggarkan kakinya dan menikmati itu. Tak lama kuangkat rok itu hingga pinggang, namun masih ada stocking yang menggangguku. Pertahanan wanita ini sungguh berlapis. Maksudnya memang untuk menjaga diri dari godaan lelaki. Apa daya malam ini dia benar-benar takluk padaku. Kulepaskan stockingnya dengan terburu-buru dan kulemparkan entah kemana. Celana dalam sebagai pertahanan terakhirpun segera kutanggalkan. Aku sangat tidak tahan. Setelah kupastikan celah itu sudah basah melalui sentuhan jariku, kupindahkan kepalaku menuju vagina nya. Tercium aroma khas yang agak asam dan wangi, dan berbulu tidak terlalu lebat. Wanita ini benar-benar merawat aset pribadi nya. Kucium dan kujilat-jilat pintu vaginanya, membuat Rini mengerang lebih keras. Terdengar rintihannya, "Ariiii, oh, Ariiiii... shhhh...". Rintihan yang seperti penyemangat ku untuk mengeksplor lebih, kucari klitorisnya, kujilat dan kukulum. Lidahku kumainkan berirama, cepat dan lambat bergantian. Tidak lama, kurasakan pahanya bergetar dan tangannya mencengkeram rambutku sekitar 3 detik, lalu melemas. Sepertinya dia orgasme. Barangkali untuk yang pertama kali sepanjang hidupnya.

Kuhentikan semua aktifitasku. Kubiarkan dia telentang agak ngangkang dengan mata terpejam dan nafas yang masih memburu. Hanya rok yang tersingkap di pinggang yang tersisa di tubuhnya. Kupandangi sekujur tubuhnya yang putih mulus tanpa cacat. Sungguh sayang badan seperti ini selalu ditutup. Betapa beruntung laki-laki yang memilikinya nanti, pikirku. Namun tiba-tiba aku berpikir, bukankah aku lebih beruntung jika berhasil merasakannya untuk yang pertama kali? Seketika hasratku kembali memuncak. Kulepaskan seluruh pakaianku tanpa sisa. Senjataku yang mengeras tampak tegang menantang. Rini melihat itu tidak terlihat kaget. Mungkin dia pernah melihatnya di bokep atau di tempat lain. Segera kudekatkan ke mulutnya dan dengan sigap Rini mengulum dan menghisapnya. Dari caranya memperlakukan itu, sepertinya itu bukan yang pertama. Mungkin calon suaminya pernah memaksa melakukan itu. Atau memang dia sangat berbakat, entahlah. Yang pasti dari bentuk dada dan responnya terhadap rangsanganku, calon suaminya itu seperti tidak berani bertindak jauh dalam menjamah Rini. Ah, sudahlah, tidak perlu memikirkan orang lain. Yang jelas kuluman ini terasa sangat nikmat, pinggangku otomatis mengikuti gerak maju mundur. Sesekali mata Rini melirik mataku dan tersenyum ketika melihat aku keenakan.

Tak lama kulepaskan senjataku dari mulutnya. Aku rasa inilah saatnya. Segera badanku menindihnya, langsung mengulum bibir Rini dan meremas-remas dadanya. Rini seperti belum siap untuk kembali terangsang, tapi aku tidak peduli. Kulitku telah menyentuh kulit putih mulusnya, dan senjataku bergerak-gerak di depan liang kenikmatan itu. Aku menatap matanya seolah bertanya, dan spontan kepala Rini menggeleng. Namun ketika kupagut lagi bibirnya, gelengannya berhenti, berganti dengan ciuman balasan yang maut, pelukan ke pundak, dan lutut yang kini menekuk. Karena kuanggap dia lengah, maka nekat saja kudorong kepala senjataku memasuki liang vaginanya. Keningnya mengrenyit, ciumannya berhenti, dan kembali menggeleng. Namun badannya tidak bereaksi apapun. Maka kudorong lagi pinggangku lebih dalam. Rini terpejam dan memalingkan mukanya. Tangannya yang masih melingkar di pundakku terasa menegang. Tak tahan lagi, maka kucoba masukkan lebih dalam. Dan, blessssssss... separuh senjataku pun masuk diiringi lenguhan tertahan dari Rini. Kurasakan senjataku mentok tertahan tidak bisa masuk lagi, maka kugoyangkan saja separuh yang di dalam itu. Aku merasa sangat sangat nikmat. Kehangatan vagina wanita yang disetubuhi pertama kali memang tak tergantikan. Tak ada lagi bentuk penolakan apapun dari Rini. Dia hanya terpejam dan keningnya mengrenyit. Maka kupagut lagi lehernya, kutinggalkan cupang kecil untuk kenang-kenangan. Ketika pinggang Rini mulai ikut bergerak, kucabut lagi senjataku dari liangnya, lalu kumasukkan kembali perlahan-lahan. Masuk-keluar ini berlangsung beberapa kali hingga secara refleks tiba-tiba pinggangku menghentak dan mendorong lebih dalam. Bleessssssss!!!!!


"Aaaaahhhhh....." Rini kini memekik. "Aaaarrriiiii...". Senjataku sudah ada di dalam sepenuhnya. Rini lalu melingkarkan kakinya di pinggangku. Entah apa yang ada di pikirannya kini. Yang jelas posisi ini membuatku leluasa untuk memaju mundurkan pinggangku. Vagina nya yang basah dan hangat benar-benar nikmat dan membuatku terbang. Seorang wanita berjilbab yang biasa menutupi tubuhnya dengan pertahanan berlapis sedang berada di bawahku, kutindih, kusetubuhi, kunikmati, dan kutusuk vagina nya dengan senjata ampuhku hingga membuatnya keenakan. Kugerakkan pinggangku tanpa ampun. Senjataku pun keluar-masuk dengan sangat bebas dan berirama. Kadang cepat dan kadang lambat. Rini benar-benar terbawa suasana dan menikmati permainan ini.

Kulihat sekarang Rini mulai on fire. Nafasnya yang memburu, wajahnya yang memerah, dan pinggulnya yang ikut bergerak menandakan dia sedang bergerak menuju titik nikmat itu. Kuhentikan gerakanku, kusuruh dia pindah ke atas. WOT. Sebuah posisi yang agak aneh untuk wanita berjilbab, namun aku yakin itu akan membuatnya bahagia. Meskipun agak ragu, Rini menuruti juga. Aku yang telentang dengan senjata mengacung tegak menunjuk langit segera didudukinya. Dengan senjataku ada di dalam vaginanya, Rini bergerak bergoyang mencari iramanya sendiri. Tanganku membantunya dengan meremas dua bukit nikmatnya dan meremas pantatnya yang sangat kenyal dan padat, sambil sesekali meraih kepalanya untuk melumat bibirnya. Setelah beberapa menit bergoyang, Rini tiba-tiba bergerak tak beraturan sambil mengerang tak jelas. Tangannya menggenggam lenganku dengan kuat. Gerakan ini berlangsung sekitar 10 detik. Rini orgasme. Lagi.

Ketika Rini sudah lemas, kini giliranku untuk menghabisinya. Kubiarkan dia telentang ngangkang tanpa tenaga, dan ku eksplorasi liang vaginanya dengan senjataku yang sudah tegang sejak awal permainan tadi. Dengan wajah sayu dan mata terpejam, Rini menerima begitu saja sodokan-sodokanku di vaginanya. Sambil merem keluar beberapa suara dari mulutnya. "Hmmmpfh..", "Ariiii...", "Sayaaaangh...", "Eeemmmhhh...", "Ssssh...". Aku merasakan nikmat tiada tara yang makin lama makin memuncak. Gerakan pinggangku makin lama makin cepat, dan senjataku terasa makin peka. Kupercepat saja goyangan itu karena sodokan itu makin enak, dan rupanya Rini menyambutnya dengan kembali melingkarkan tangan di pundak serta kakinya di pinggangku. Spontan kusambut dengan pelukan juga, dengan dadaku menyentuh payudaranya yang lembut. Setelah beberapa detik goyanganku mencapai titik tercepat, aku berhenti. "Riniii... oooooh... Ouch, Ergh, ssssh.. Akkkkuuuuu keellluaaaaar...". Semburan sperma tak sanggup kutahan terlepas ke dalam rahim Rini. Aku tak ingat apapun termasuk kemungkinan Rini hamil. Aku benar-benar larut dalam kenikmatan. Spermaku keluar hingga tujuh kali. Setiap kali sperma keluar, Rini sedikit melenguh sambil menolehkan kepala ke sisi yang lain. Di semprotan ke empat terasa pelukan Rini kembali menguat dengan kepalanya bergerak tak teratur dan erangan tipis. Tampaknya Rini orgasme untuk yang ketiga kali, namun kali ini tidak terlalu kuat. Setelah semua spermaku kurasakan keluar, akupun terjatuh lemas di sebelah Rini. Kasur kosku yang tidak luas sangat pas untuk tubuh telanjang kami berdua. Sungguh kenikmatan luar biasa yang kurasakan saat itu. Terlebih lagi karena mampu membuat Rini bahagia.

Beberapa menit setelah kami mulai bisa mengumpulkan kewarasan, Rini kembali terisak. Kali ini tidak ditahannya. Dibiarkan air mata itu mengalir di pipinya. Aku tahu dia menyesal, aku tahu dia marah, aku tahu dia kecewa, namun aku tahu bahwa ini adalah luapan cinta kami yang sangat indah meskipun salah arah. Selamat tinggal Rini, kenanglah aku selalu. Kutunggu kabar darimu, dan tak sabar aku melihat seperti apa wajah anakmu kelak..




Dosa Termanis



Angin malam mendesir perlahan dan hawa dingin begitu menusuk tulang, namun untung saja balutan jaket tebal ini masih mampu menahan dinginnya suhu malam itu. Sunyinya Pelataran parkir Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno - Hatta menjadi saksi bisu kegalauan batinku yang saat ini tengah menunggu. Tidak banyak orang di pelataran parkir malam itu, hanya beberapa pengemudi taksi yang tengah menikmati rokoknya masing-masing untuk mengusir hawa dingin, sambil mengharapkan dapat mengais rejeki dari para penumpang yang berdatangan di Bandara terbesar di Indonesia ini.

“Benarkah apa yang aku lakukan ini?’

“Siapkah aku dengan segala resiko yang akan terjadi nanti?”

“Lalu, mengapa harus dia?”

Begitu banyak pertanyaan yang tak dapat kujawab berkecamuk dalam benakku. Pertentangan antara si jahat dan si baik riuh dalam batinku, namun hebatnya rasa ini sepertinya mampu mengalahkan segala logika dan akal sehat yang coba ku bangun sebagai benteng pertahanan terakhir.

Tak lama dari pengeras suara yang ada, terdengar pengumuman yang menginformasikan bahwa penerbangan terakhir dari maskapai berlogo singa terbang, JT-19 yang berasal dari Denpasar telah mendarat di Runway Bandara Soekarno – Hatta. Penantianku pun akan segera berakhir. Langsung saja kumatikan bara api dari rokok yang tengah ku hisap dan dengan segera menuju ke area tunggu kedatangan penumpang.

Sekitar sepuluh menit menanti, tampaklah sosok yang selama ini kutunggu. Sosok yang sanggup mengganggu di setiap tidur malamku, dan membangkitkan hasrat dan gairah akan petualangan yang mungkin sulit aku hentikan.

Perempuan muda itu tampak diantara kerumunan para penumpang. Sosoknya begitu mempesona, paling tidak dimataku. Kulit kuning langsatnya yang cerah memancarkan aura kecantikannya. Rambut pendek yang di highlight kecoklatan tergerai indah sebahu. Posturnya yang semampai namun mampu menampakkan keindahan bentuk tubuhnya. dan pipinya yang bersemu merah memperlihatkan kebeliaannya.

Tersungging senyuman manis ketika ia menyadari keberadaanku, namun jarak yang masih memisahkan membuat kami belum dapat saling menyapa. Ia hanya melambaikan tanggannya.

“Selamat Malam Nona, Selamat Datang di Kota Jakarta, kota yang tdak pernah tidur.”

Aku menyapanya sambil membungkukkan badan, ketika ia sudah berdiri dihadapanku. Menggodanya layaknya penerima tamu di hotel. Ia tertawa melihat kelakuanku

“Ih Mas Vino bisa aja…. Selamat malam juga…. Lama ya nunggu nya?” tanyanya padaku.

“Enggak koq ,Hmmmm…..Cuma satu jam.” Jawabku.

“Wah lama ya, pasti bosen deh?” terka-nya.

“Ah…enggak juga, tadi kebetulan ada mbak-mbak pramugari yang pulang tugas, terus nemenin aku
di sini.” Jawabku asal.

Ia terbahak mendengar bualanku sambil mencoba mencubit lenganku

“Ih asal, ….mana ada pramugari yang mau sama Mas Vino?” jawabnya lagi.

“Jangan salah, mereka malah yang merengek-rengek minta diantar pulang sama aku, tapi aku terus
nolak-nolak mereka karena aku punya yang jauh lebih cantik dari pramugari-pramugari itu.”

“Ih, Mas Vino Gombal.” jawabnya sambil merajuk namun tak lama ia pun tersenyum manis, terlihat pipinya merona memerah dan tersipu malu.

"Ayo ke mobil.” Ajakku.

Segera ku ambil tas yang dibawanya dan kita pun berjalan beriringan menuju mobilku yang terparkir.

Perempuan muda itu bernama Dewi,usianya saat ini 22 tahun. Ia tak lain dan tak bukan adalah sepupuku sendiri, anak dari tanteku. Hal inilah yang menimbulkan pertentangan batin yang hebat dalam diriku. Bisa-bisanya aku yang sudah menikah malah jatuh cinta lagi, dan ironisnya justru dengan sepupuku sendiri. Namun tampaknya godaan setan memang seringkali justru lebih kuat dosisnya dan memabukkan pada insan yang punya level keimanan tipis seperti diriku ini. Aku yang memang type lelaki petualang pun akhirnya terjatuh pada pesona Dewi sepupuku dan menjalani kisah yang yang semu ini. Semu karena akupun tak bisa menerka endingnya.

Pada awalnya tidak ada yang spesial diantara kita berdua, hanya berkomunikasi sewajarnya antara dua saudara yang terpisah oleh jarak dan waktu, aku terbiasa mengomentasi status yang di tulisnya di FB maupun media BBM nya, begitu juga sebaliknya, dan sesekali menggodanya melalui media sosial. Namun karena intensitas komunikasi yang cukup sering, level hubungan diantara kita berdua pun meningkat. Di mulai dengan saling curhat tentang kehidupan masing-masing dan membicarakan problematika bersama pasangan, akhirnya benih-benih rasa sayang tumbuh dalam hati. Tanpa pernah ada pengungkapan rasa cinta,kami berdua pun mulai menyadari ada yang berbeda di hati kami. Pada percakapan yang kerap kami lakukan, kata-kata mesra dan panggilan sayang menjadi bumbu komunikasi yang terjadi. Ironis memang mengingat status kami masing-masing, aku yang sudah berkeluarga dan Dewi yang tahun depan menikah dengan pria pilihannya. Bukan kami tidak menyadari dan mencoba untuk berhenti namun mungkin inilah yang dinamakan Dosa Termanis. Sudah tahu salah tapi tetap di teruskan.

Sebait intro lagu pun mengalun pelan dalam benakku.

Kulupakan semua aturan
Kuhilangkan suara yg berbisik
Yang selalu menyuruhku
Tuk tinggalkan kamu

Hanya hati yg kuandalkan
Dan kucoba melawan arus
Namun saat bersamamu
Masalahku hilang terbang melayang

……..

“Bagaimana tadi penerbangannya,Hun?” tanyaku memecah kesunyian ketika CRV hitamku melaju membelah sepinya ruas toll Cengkareng malam itu. Hun atau Honey adalah panggilan sayangku padanya.

“Biasa mas Delay, terus pas melewati awan juga guncangan terus, hujan kayaknya di atas tadi.”

“Tapi kamu gak mabuk?”

“Enggak mas. Masih tahap wajar lah.”

Kembali hening menyergap kabin mobil.

“Kemana jadinya kita Hun ?” tanyaku padanya.

“Terserah mas aja, kan Mas yang ngundang aku ke Jakarta.”

“Oh iya.” Jawabku sambil nyengir

Aku memang yang mengundang Dewi untuk datang ke Jakarta. Dewi pun menyanggupi dengan mengambil cuti selama 3 hari. Akupun terpaksa berbohong pada istriku demi menemani sepupu yang kin menjadi selingkuhanku ini.

Kesunyian kembali menyelimuti seisi kabin mobil, benak kami sibuk dengan pikiran masing-masing, walau sulit namun mencoba memahami arti dan makna dari pertemuan ini.

Ku arahkan mobilku menuju ruas toll Jagorawi, Kawasan Puncak menjadi destinasiku malam itu. Ku lirik sekilas Dewi di sisi kiriku, kulihat matanya mulai meredup. Tangannya di katupkan di sisi kepalanya dan difungsikan sebagai penahan kepalanya agar tidak terbentur kaca. Mulai mengantuk rupanya. Kulit wajahnya terlihat halus dan bercahaya ketika tertimpa sinar lampu jalan yang kulewati. Manis sekali.

Malam itu memang bukan waktu weekend, area Ciawi yang mengarah ke Puncak terlihat lengang. Rintik hujan yang turun semakin menambah sepi suasana. Mobil mulai berjalan mendaki. Tujuanku berikutnya adalah Cisarua dimana terdapat kawasan konservasi satwa liar yang sekaligus juga sebagai tempat wisata. Aku memang tidak memesan satu kamar penginapan pun sebelumnya, go show saja.

Sekitar pukul 1 dini hari kamipun tiba di area taman wisata tersebut, tujuanku adalah menginap di salah satu penginapan yang berbentuk caravan atau rumah mobil. Untungnya masih ada kamar yang tersedia. Setelah menyelesaikan proses administrasi, kami pun diantar salah satu room boy menuju salah satu caravan yang tersedia.

Dewi cukup excited dengan pilihan penginapanku, bagaimana tidak, caravan ini bagaikan terletak di tengah hutan belantara dengan pohon-pohon besarnya. Suara binatang malam dan hewan-hewan liar kerap kali terdengar, belum lagi hawa dingin Puncak yang menusuk tulang menambah syahdu suasana. Kulihat Dewi menekuk badannya sambil berjalan, segera saja kusamprkan jaket yang ku kenakan ke pundaknya.

Begitu memasuki caravan, suhu udara menjadi lebih hangat dan kesan hoomy begitu terasa. Tidak terlalu luas memang hanya ada double bed dan beberapa perabotan yang cukup fungsional.
Akupun menjatuhkan diriku pada sofa yang ada sambil kuminta Dewi membersihkan dirinya. Dewi pun langsung mengambil perlengkapan mandinya dan masuk ke dalam kamar mandi. Untung saja caravan itu di fasilitasi dengan air panas, kalo tidak, apa jadinya mandi tengah malam di cuaca dingin seperti ini.

Tidak lama Dewi membasuh tubuhnya dan ketika keluar dari kamar mandi, aroma bunga dari sabun mandinya segera menyergap seisi caravan. Harum. Kulihat Dewi hanya mengenakan t-shirt putih dan celana super pendek. Bentuk payudara yang mencuat terlihat dari balik t-shirt nya. Sepertinya ia tidak lagi mengenakan bra di balik T Shirtnya. Paha mulusnya terlihat menggoda. Rambutnya yang basah dibiarkannya tergerai. Terus terang, penampilan Dewi saat itu langsung membangkitkan gairah kelelakianku saat itu juga. Aku segera bangkit berdiri dan langsung memeluknya pinggangnya dan kucoba mengecup leherya. Dewi cukup kaget dengan apa yang kulakukan karena pada saat itu ia tengah berkonsentrasi mengeringkan rambutnya, seketika ia langsung mencoba menepis tubuhku dan melepas dekapanku namun tidak terlampau keras

“Ah…mas”

“Kamu cantik Hun.”

Aku mencoba menciumnya lagi namun ia segera menghindar

“Mandi dulu sana, bau .” ucapnya sambil merajuk tapi kemudian tersenyum.

“Abis kamu sexy gini sih, siapa yang tahan coba?”

“Ihh gombal….”ucapnya sambil mendorong tubuhku ke arah kamar mandi.

Aku segera mengecup pipinya dan berlalu masuk ke kamar mandi.

Setelah ritual mandiku selesai, kudapati Dewi tengah duduk bersandar di sofa sambil membaca majalah tentang area tempat wisata ini. Akupun duduk disebelahnya sambil mencoba melihat apa yang dibacanya.

“Baca apa sih non, serius amat.”

“Ini mas, artikel area tempat wisata ini, ternyata luas juga ya, jauh lebih luas daripada yang ada di Bali.”

Dewi pun melanjutkan membolak-balik halaman majalah yang ada dalam genggamannya.

“Besok kita ke sini yuk Mas”

Ia pun menunjuk gambar salah satu wahana wisata yang berupa atraksi satwa yang terdapat di area tersebut. Aku pun mengiyakannya Tak lama kita pun larut dalam diskusi sambil melihat-lihat gambar yang ada di majalah tersebut.

Akhirnya karena terbawa suasana yang dingin dan posisi duduk yang semakin rapat, aku pun mencoba mencium tengkuknya, Dewi tidak menolaknya dan kulihat ia sedikit memejamkan matanya sambil menarik nafas. Dari samping, aku pun mencoba memeluknya, dan mengambil majalah yang tengah di bacanya dan meletakkan nya ke meja.

Dewi pun berinisiatif memalingkan tubuhya menghadapku, masih ada sedikit kecanggungan diantara kita berdua, hal yang wajar karena baru malam inilah kita berdekatan secara fisik. Aku pun memijat telapak tanggannya perlahan dan meraih tengkuknya dan tak lama kitapun larut dalam French kiss yang semakin lama semakin liar. Lidah kami saling bersilaturahmi dalam rongga mulut masing masing dan menimbulkan bunyi mengecap memenuhi seisi ruang caravan tidak kalah dengan suara hewan-hewan liar yang juga mungkin sedang bercinta di luar sana.

Permainan pun semakin panas, akhirnya Dewi berpindah ke pangkuanku sementara aku tetap bersandar di sofa. Kini tubuh Dewi tepat dihadapanku. Aku pun melanjutkan permainanku ke level selanjutnya. T- shirt Dewi kusingkapkan ke atas dan Dewi pun membantu dengan meloloskan t- shirt melewati kepalanya dan membuangnya ke lantai. Kini di hadapanku terpampang tubuh indah Dewi. Payudaranya yang tidak terlalu besar mungkin hanya berukuran 32 A namun memiliki bentuk yang sangat indah. Bentuknya bulat dan mencuat ke atas dengan puting susu kemerahan yang menegang keras. Tanpa membuang waktu aku pun langsung melahap puting susu dan payudara yang seperti menantangku itu. Dewi terpekik ketika lidahku menyapu permukaan payudaranya. Dengan sigap Dewi memeluk kepalaku dan menjambak rambutku, kepalanya tertunduk bersandar pada kepalaku. Terus aku mengisap puting susu itu dengan rakusnya. Setelah puas dengan payudara kiri, aku pun menjamah payudara kanannya. Dewi semakin terpekik dan kadang mendesis menahan nikmat. kepalanya terus menggelinjang. Tubuhnya bergetar menahan sensasi yang timbul akan permainan lidaku pada payudaranya

“Aacchh….maaass….”

“Hhffftt……icccsshhhh”

Setelah puas aku pun menarik mulutku dari payudaranya. Kulihat kedua payudara itu basah oleh sapuan lidahku. Putingnya terlihat makin memerah dan menegang. Dewi terlihat terengah-engah, aku pun langsung mencium bibirnya dengan mesra.

Lalu aku memintanya berdiri, aku pun mmelucuti pakaianku. Dewi tak mau kalah, ia pun pun meloloskan celana pendek yang dikenakannya. Tubuh kami kini sudah sama-sama telanjang bulat. Kulihat tubuh Dewi begitu indah dengan lekuk pinggang yang ramping dan yang lebih menarik lagi adalah bentuk kemaluannya yang terlihat imut diimbuhi bulu-bulu halus yang tertata rapi. Tampak juga segaris belahan vagina yang memerah dan agak basah.

Dewi cukup takjub melihat penisku, tidak besar memang, rata-rata ukuran orang Indonesia lah, namun bentuknya sangat proporsional dengan kepala yang lebih besar dari batangnya, penis itu terlihat seperti jamur yang tengah berkembang di musim penghujan. Batangnya terlihat berurat dan kokoh.

Aku lalu memintanya duduk dan bersandar di sofa, ku renggangkan kakinya lebar-lebar dengan kedua tanganku, kali ini aku akan memberikan kenikmatan lebih padanya. Aku berjongkok tepat di hadapan vaginanya. Vaginanya begitu indah, bukit kemaluannya tidak terlalumenggembung, dan bibir vaginanya masih mengatup sempurna. Bulu halus menghias bukit itu, tipis namun rapi. Segera saja kudekatkan mulutku dan menjulurkan lidahku menyapu permukaan labia majora dan menembus ke labia minoranya. Dewi terpekik tertahan dan tangannya menjambak rambutku kembali. Sakit memang, tapi kudiamkan saja, Dewi menahan rasa nikmat yang menjalar dalam tubuhnya.

Kulanjutkan aktifitasku. Lidahku semakin liar menjelajah di rongga kewanitaannya. Sesekali kuhisap klitorisnya dan membuat tubuh Dewi menggelinjang dengan hebatnya. Tak lama Dewi pun mengalami orgasme. Dari belahan vaginanya mengalir cairan kewanitaanya. Asin.

Dewi cukup malu dengan keadaan dirinya yang tidak mampu mengontrol orgasmenya. Ia pun
mengusap pipiku perlahan,

“Maaf ya mas, aku keluar duluan.hehehe….habis enak.”

Aku hanya bisa tertawa mendengarnya Dewi lalu bangkit berdiri dan aku kembali duduk bersandar ke sofa Tanpa menunggu waktu, ia segera berjongkok menghadap penisku. Di genggamnya dengan lembut dengan kedua tangannya yang halus. Dan sambil menatap mataku dengan sayu, perlahan dimasukkan nya penisku ke dalam mulutnya. Dengan lembut, perlahan ia menyapu kepala penisku dengan sapuan lidahnya. Seketika itu pula seperti ada sengatan listrik yang menyentuh batang penisku. Batang itu dialiri tambahan darah sehingga menjadikannya lebih keras dan lebih tegang.

Dengan lembut Dewi terus menyapu seluruh batang penisku dengan lidahnya. Tidak terlewatan satu centi pun, mulai dari kepala, batang sampai ke kantung buah zakar tidak luput dari sapuan lidahnya. Kemudian dia mulai mengulum penisku. Mulutnya terlihat penuh dengan penisku. Dan dia pun mulai memaju mundurkan batang penisku dalam rongga mulutnya sambil lidahnya terus bermain pada penisku. Kenikmatan tiada tara yang kurasakan. Aku pun menggelinjang. Kepalaku mendongak ke atas sambil tanganku memegang kepalanya.

Sepuluh menit Dewi berkonsentrasi penuh pada penisku, tak lama aku memintanya berhenti,. kalau tidak dihentikan, bisa-bisa aku yang ejakulasi duluan sebelum menyetubuhinya. Rasanya batang ini pun sudah berdenyut hebat. Aku pun sudah tak sabar untuk menyetubuhi sepupuku itu. Dewi berhenti mengulum penisku dan ia segera bangkit berdiri lalu menaiki tubuhku. dengan posisi setengah berjongkok di atas tubuhku, ia mulai mengarahkan belahan vaginanya tepat di atas kepala penisku. Ia pun memegang penisku dan mengarahkan tepat ke lubang vaginya sedang aku memegang pinggangnya dengan kedua tanganku.

Pelan tapi pasti belahan vagina itu mulai menyeruak dan kepala penisku mulai menembusnya semakin dalam. Dan dengan sekali hentakan, amblaslah seluruh batang penisku yang sepanjang 15cm ke dalam liang kewanitaannya.

Blesss……

Dewi terpekik

“Aaccchh….”.

Dewi mendiamkan sesaat tubuhnya, mencba meresapi kenikmatan tenggelamnya batang penisku pada liang vaginaku. Batang penisku terasa sesak dalam liang tersebut.

Aku tahu, Dewi bukan pertama kali ini bersetubuh, dari curhatannya kepadaku sebelumnya, ia sering bersetubuh dengan pacarnya, namun Dewi merasa tdak puas karena cowoknya hanya mau menang sendiri dan cepat sekali orgasmenya sedang Dewi belum pernah merasakan yang namanya orgasme. Namun satu hal yang aku kagumi, walau Dewi sering bersetubuh, namun liang vaginanya tetap terasa peret, cenderung sempi tan dan baunya harum. Pertanda ia sangat pandai merawat organ kewanitaanya.

Perlahan namun pasti, Dewi mulai menggerakkan tubuhnya naik turun, kakinya menopang pada sofa. Dengan lembut penisku terlihat keluar masuk pada lobang vaginanya. Cairan vaginanya terlihat mulai membanjiri liang kewanitaannya menjadikan proses keluar masuknya penisku menjadi semakin mudah dan licin, penisku semakin terlihat mengkilat. Dewi mulai mempercepat memompa tubuhnya naik turun dengan diselingi gerakan melingkar pada panggulnya dan menimbukan sensasi nikmat pada diri kami berdua.

Tangan Dewi memeluk tengkukku. Wajahnya memandangku dengan tatapan yang syahdu, sesekali matanya terpejam merasakan sensasi kenikmatan pada liang kewanitaannya. Nafasnya mulai memburu dan peluh terlihat mula membasahi pori-pori kulit wajah dan dadanya. Tanganku terus memeluk pinggangnya sambil membantu menahan tubuhnya. Payudaranya terlihat keras dan bergerak naik turun seirama pergerakan tubuhnya.

Aku lalu mendekap tubuh Dewi, payudaranya menekan dadaku. Kepalanya disandarkan di pundakku. Panggulnya terus bergerak naik turun. Aku mencium daun telinganya dan menggigitnya secara perlahan. Dewi mendesah makin keras dan panggulnya mulai bergerak tak beraturan. Sepertinya aku menyentuh zona erotis di telinganya dan tak lama dengan dengan pekikan yang cukup keras, panggul Dewi menghentak tubuhku Terasa sekali pada batang penisku, rongga vagina Dewi berdenyut ber irama dan mulai terasa hangat oleh aliran cairan kewanitaannya. Tubuh Dewi seperti tak bertenaga bersandar padaku. Payudaranya menjepit dadaku, tubuhnya basah oleh peluh.

Dengan lembut aku mengusap-usap punggungnya dan kukecup keningnya. Dewi memandangku dan tersenyum manis sekali, kamipun berciuman dengan mesra. Tubuh kami tetap meyatu di atas sofa. Batang penisku pun masih tertanam sepenuhnya di liang vaginanya.

“Terima kasih Mas, belum pernah aku merasakan senikmat ini ini dengan cowokku”

Aku hanya tersenyum penuh arti.

Setelah mengatur nafas kami masing-masing, aku pun mengajaknya berpindah ke ranjang. Dewi mengangkat tubuhya dan penisku tercabut dari liang vaginanya. Dewi lalu berjalan mendekati ranjang dan akupun mengikuti di belakangnya. Bokong Dewi terlihat membulat dan padat ketika berjalan telanjang di hadapanku.

Melihat pemandangan demikian, akupun menghentikan langkahnya, kuraih pinggangnya dari belakang dan kuminta ia menungging. Dengan posisi berdiri, Dewi menungging dihadapanku. Tangannya bertumpu pada tepian ranjang, akupun mulai mengarahkan batang kejantananku memasuki liang kewanitaannya. Dengan sekali hentak, batang itu pun melesak kedalam liang vaginanya, Dewi pun terpekik tertahan. Dengan posisi doggy style aku terus memaju mundurkan pinggulku sementara tanganku tetap mencengkeram kedua pinggangnya. Posisi itu menimbulkan bunyi kecipak beradunya kulit paha kami masing-masing. Aku terus menaikkan tempo hujaman penisku pada liang vaginanya. Dengan setengah menunduk ku mencoba meraih kedua bukit kembarnya dan meremas serta memilin puting susunya. Dewi menggelinjang dengan hebatnya dan mulutnya terus meracau mengeluarkan suara desahan dan rintihan yang semakin riuh. Cukup lama kami melakukan gaya itu dan belum tampak tanda-tanda orgasme dari kami berdua. Akhirnya kucabut batang penisku yang kini terlihat basah dan mengkilat oleh cairan kewanitaan Dewi. Kumintanya untuk naik ke atas ranjang.Dewi lalu merebahkan diri pada ranjang double bed yang tersedia di caravan tersebut. Ia menelentangkan tubuhnya pasrah dan kakinya pun direnggangkan siap menerima tubuhku kembali. Bibir vaginanya kini terlihat merekah dan basah. Liangnya terlihat kemerahan, perlahan aku pun menaiki tubuhnya dari atas, kugenggam batang penisku dan kutuntun menuju lubang kenikmatan Dewi, setelah tepat diatas bibir vaginanya aku pun menggesek-gesekkan kepala penisku pada labia majoranya. Dewi terlihat cukup geli dan tertawa.

“Iihh..apaan sih di gituin, usil deh, protesnya.”

“Cepetan dimasukin mas, aku gak tahan nih.”

“Bener nih gak tahan?” tanyaku sambil terus menggodanya menggesek-gesekkan kepala penisku tepat di bibir vaginanya.

“Iya….gak tahan.”

Dengan sekali hentakan, akhirnya kuhujam penisku kembali menembus liang kewanitaannya. Dewi terpekik kaget, kepalanya mendongak keatas dan tangannya mengenggam sprei sampai terserabut di ujung-ujungnya.

Aku pun tertawa melihat reaksinya, setelah menyadari kelakuanku Dewi mencubit pahaku keras sekali

“Aduhhh…. Sakit tau.” Aku berteriak.

“Biarin ….usil sich.”

“Tapi enak kan…..hehe.”

Dewi tidak menjawab hanya cengengesan….

Aku pun mulai menggenjot pinggulku, penisku kembali menyeruak keluar masuk liang vaginanya. Kupegang kedua tungkai kakinya dan kurenggangkan lebar-lebar. Aku terus memompa tubuhnya dengan tempo yang semakin lama semakin cepat. Dewi semakin menggelinjang, kini kepalanya mulai menengok ke kanan dan kekiri dan dari mulutnya terus keluar desahan dan pekikan.

“Aaahhh….aaahhhh…..tteeerrruusss maaasss”

“Ouuuchhh…..isssshhhtt…..”

“Enak hun?” tanyaku

“Eeennnakk baanggett ….maaasss..”

Aku semakin mempercepat tempo sodokan penisku ke dalam vaginanya, tanganku kini bertumpu di sisi dadanya. Wajahnya terlihat manis, matanya terpejam dan mulutnya menganga mengeluarkan rintihan kenikmatan. Payudaranya terlihat berguncang mengikuti irama sodokanku. Tangannya menggenggam sprei dengan eratnya. Pinggulnya tanpa sadar bergerak memutar, semakin menambah nikmat sensasi persetubuhan ini. Mendapat sensasi seperti itu, akupun makin mempercepat tempo sodokanku, pertahananku tampaknya akan segera runtuh, dan kurasakahan dibawah, tubuh Dewipun makin menggelinjang semakin hebat, kepalanya bergerak tak beraturan dan dari mulutnya keluar suara meracau dan rintihan yang semakin riuh. Sepertinya iapun akan segera mecapai klimaksnya kembali.

“Terus mas….aku hampiiir keluaaar……”

Aku semakin semangat memompa pinggulku dan tak lama,

“Aaaccchhhh…..hun, aku keluar.” Aku pun menncapai ejakulasi.

“Aachhh…..Aaakkkuuu jjuuugga masss……”

Aku membenamkan seluruh batang penisku dalam vaginanya, jebol juga pertahananku . Cairan spermaku menyempot dengan deras ke dalam rahimya. Kurasakan pula liang vagina itu kembali berdenyut dan seperti memijat batang penisku dengan lembut. Cairan kelamin kami bersatu di liang vaginanya.

Tubuhku ambruk menimpa tubuh Dewi, dadaku menindih payudaranya. Dewi segera memeluk tubuhku dengan lembutnya dan tangannya mengusap-usap rambutku. Nafas kami sama-sama tersengal-sengal, stamina kami terkuras setelah mendaki puncak kenikmatan secara bersama sama di tengah hawa dingin kawasan Cisarua.

Setelah aliran nafas kami mulai teratur, akupun menindahkan tubuhku ke sisinya. Penisku yang suduh lemas pun tercabut dari dalam liang vaginanya, sekilas kulihat dari belahan vagina meleleh cairan berwarna putih susu sisa-sisa pertempuran kami. Dewi memalingkan wajahnya menatapku lembut. Segera kurengkuh kepala dan tubuhnya ke atas dadaku. Kudekap erat sambil tanganku mengusap punggungnya yang masih basah oleh peluh dan dengan lembut ku kecup kening Dewi sepupuku.

…….

kau adalah kesalahan yg terindah
hingga buatku marah
tapi juga menikmati

kau adalah dosa termanis
yang menggodaku saat kubutuh
rasakan sedikit cinta

…….


Tamat.